Portal Nawacita

Bersatu Kita Maju

RAGUAN ALJUFRI

Ramadhan Dan Solidaritas Kemanusiaan

PortalNawacita – Bagaimana kita menyambut Ramadan, bulan penuh berkah di saat pandemi Covid-19 melanda? Bagaimana menjalankan salat tarawih di tengah anjuran untuk menjaga jarak, menghindari keramaian dan kerumunan, serta imbauan tetap di rumah saja? Bagaimana menyambut malam Lailatul Qadar? Bagaimana merayakan Idulfitri, hari kemenangan, hari kesucian, saat kembali ke fitrah?

Pertanyaan itu tidak hanya berkecamuk dalam pikiran umat Muslim di Indonesia tetapi di seluruh muka bumi. Bulan suci Ramadan yang diakhiri dengan Hari Raya Idulfitri adalah sebuah kemewahan ibadah satu bulan penuh bagi umat Muslim.

Syahrul Mubarak, bulan yang penuh dengan kemuliaan. Surah Al Baqarah 2:185 menyebut, “Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan yang bathil)”.

Ramadan adalah bulan suci ketika doa dan pahala kita dilipatgandakan, pintu kebaikan dibuka, dosa-dosa diampunkan, pintu neraka ditutup, setan pun dibelenggu. Sepuluh hari pertama bulan Ramadan, pintu rahmat dibuka. Pada sepuluh hari kedua berisikan maghfirah atau ampunan seluas-luasnya.

Di sepuluh hari terakhir itulah Rasullulah mengisyaratkan malam Lailatul Qadar, yaitu satu malam yang hanya terjadi di bulan Ramadan. Keutamaan Lailatul Qadar, lebih baik dari seribu bulan. Malam yang mulia. Pada malam itu, semua doa-doa kita akan dikabulkan. Kita akan mendapat keberkahan, amal perbuatan dilipatgandakan nilainya. Maka setiap umat Muslim berharap mendapat kemuliaan di malam Lailatul Qadar.

Ramadan bagi umat Muslim di Indonesia bukan sekadar ibadah, tetapi juga momentum untuk menjalin silaturahmi. Sistem kekerabatan yang begitu kental di hampir seluruh wilayah Indonesia semakin membuat bulan Ramadan menjadi istimewa. Saat itulah setiap keluarga mempersiapkan buka puasa bersama untuk mempererat tali persaudaraan. Saat itulah setiap keluarga mempersiapkan paket-paket untuk dibagi-bagi pada mereka yang berhak. Saat itulah setiap keluarga mempersiapkan diri untuk kembali ke tanah kelahiran, berkumpul bersama keluarga, mengukuhkan kembali akar kemanusiaannya, dari mana dia berasal.

Ketika anjuran untuk kembali ke kampung halaman ditunda saja, saat itulah kegamangan muncul. Bayangan merayakan Idulfitri tanpa sujud syukur di kampung halaman bersama keluarga besar, tentu menjadi bayang-bayang kesedihan. Impian meraih berkah sebanyak-banyaknya di bulan Ramadan menyisakan pertanyaan pilu karena pemerintah tidak menganjurkan untuk beramai-ramai salat di masjid.

Meramaikan dan memakmurkan masjid pada waktu salat, selain berfungsi sebagai syiar dan wadah silaturahmi, salat berjamaah juga lebih utama dari salat sendirian sebanyak 27 derajat, seperti tersurat dalam HR Bukhari.

Apalagi salat tarawih sebulan penuh, yang hanya dilakukan pada bulan Ramadan, malaikat hadir, ikut dalam salat tarawih, mendoakan jemaah. Umat yang menjalankan tarawih, kalau dia meninggal, seperti keluar dari rahim ibunya. Wajahnya bersinar bagaikan rembulan. Dan malaikat yang turut salat tarawih bersama-sama akan menjadi saksi di hari kiamat. Keberuntungan masuk surga.

Kualitas tarawih dikategorikan mendapatkan pahala seperti layaknya pahala ibadah yang dilakukan para nabi. Kelak ia akan selamat dari segala bentuk kesusahan dan kebingungan.

Solidaritas Kemanusiaan
Keutaman-keutamaan berkah di bulan Ramadan itulah yang saat ini menjadi kegamangan umat Muslim karena anjuran membatasi diri untuk tidak berada di keramaian atau mengumpulkan banyak orang.

Meskipun keramaiannya yang dibatasi, substansi ibadahnya tetap harus dijalankan. Kita bisa “memindahkan” masjid ke dalam rumah dan tetap menjalankan ibadah tarawih bersama keluarga secara berjamaah.

Allah mengizinkan umat-Nya untuk tidak menjalankan salat berjemaah di masjid. Sebagai contoh, walaupun salat Jumat wajib hukumnya, tetapi bila kehadiran umat di masjid bisa mengancam keselamatan sesama, salat Jumat bisa digantikan dengan salat dhuhur dan dilakukan di rumah. “Barang siapa yang mempunyai niat baik yang besar dia tidak bisa mengerjakannya karena alasan sesuatu, maka Allah SWT mencatat sebagai kebaikan yang sempurna.

Pandemi Covid-19 harus menjadi momentum bagi Muslim Indonesia membawa kesucian masjid ke dalam rumah. Rumah dianalogikan sebagai Baitullah. Pahala salat di masjid tetap dapat diperoleh dengan menjalankan salat berjemaah di dalam rumah bersama keluarga karena lipat ganda pahala melekat pada salat berjamaah.

Ramadan dan Idulfitri 2020 harus dipandang sebagai berkah untuk seluruh umat manusia. Sebab, kita menjalankan ibadah dalam tuntutan solidaritas kemanusiaan yang sangat kuat.

Takbir, tasbih, tahmid, dan tahlil, akan tetap berkumandang menyambut fajar 1 Syawal dalam suasana silaturahmi. Kemeriahan Idulfitri sebagai hari kemenangan yang menunjukkan kita kembali fitri, kembali pada kesucian jiwa, serta suci dari dosa, akan tetap dirayakan dengan sebuah kesadaran kemanusiaan yang hakiki. Sebuah kesadaran untuk kemaslahatan seluruh umat manusia.

Silaturahmi dan halalbihalal tetap dilakukan, sekalipun melalui media sosial maupun melalui video call atau video conference. Caranya yang berubah, namun esensi ibadah itu sendiri justru harus dilipatgandakan. (beritasatu)