Portal Nawacita

Bersatu Kita Maju

Pengukuhan Sepihak oleh DAP Kepada Lukas Enembe

Pengukuhan Sepihak oleh DAP Kepada Lukas Enembe

Pengukuhan Lukas Enembe oleh DAP Adalah Kekeliruan dan Tak Sesuai Statuta

portalnawacita.com – Pengukuhan Lukas Enembe secara sepihak oleh Dewan Adat Papua (DAP) hingga kini masih menjadi polemik berkepanjangan di ranah publik, khususnya masyarakat Papua. Sejumlah tokoh adat hingga akademisi terus merespon hal tersebut dengan sentimen negatif. Setelah sebelumnya Ketua Suku Besar Wikay, Herman Yoku menyatakan bahwa Dominikus Sorabut yang mengklaim dirinya sebagai ketua DAP ternyata adalah ketua versi Papua Merdeka. Baginya, DAP secara sah hanya di bawah kepemimpinan Yan Piet Yarangga yang kembali terpilih berdasarkan hasil Konferensi Besar Masyarakat Adat Papua (KBMAP) ke-4 di Kabupaten Kaimana pada 2021 lalu.

Respon negatif terkait pengukuhan Lukas Enembe juga muncul dari tokoh agama, yakni Wakil Ketua Departemen Pemuda dan Anak Gereja Bethel Indonesia Provinsi Papua, Isac Imbiri. Ia diketahui juga merupakakan Wakil Ketua Generasi Muda Pembaru Indonesia (GEMPAR) Provinsi Papua. Menurutnya, pengukuhan yang dilakukan di kediaman Lukas Enembe wilayah Koya Tengah, Jayapura tersebut dinilai merupakan suatu hal yang keliru dan sangat tidak masuk akal serta tidak sesuai dengan statuta DAP.

Pengukuhan Lukas Enembe Jadi Kepala Suku Besar Papua Salahi Statuta DAP

Pernyataan yang mewakili Gereja Bethel terkait pengukuhan Lukas Enembe tidak sesuai dengan statuta DAP dijelaskan secara detail oleh Isac Imbiri bahwa dalam statuta DAP maupun pedoman operasional, seharusnya DAP tidak mengenal adanya istilah pengukuhan kepala suku besar bangsa Papua. Jabatan kepala suku adalah jabatan turun temurun di dalam suku-suku di tanah Papua. Selain itu, ia juga bersikap senada dengan pengakuan Ketua Suku Besar Wikay, Herman Yoku bahwa terdapat dua versi dalam tubuh organisasi DAP, yakni DAP pimpinan Dominikus Sorabut dan DAP yang memiliki legitimasi, yaitu pimpinan Yan Piet Yeragga dan Leo Imbri.

Adanya pengukuhan Lukas Enembe oleh DAP telah mengecewakan suku-suku, kepala-kepala suku dan semua orang Papua. Ia mencurigai adanya kepentingan tertentu mengapa DAP kemudian melantik Lukas menjadi kepala suku besar. Terlebih pengukuhan tersebut dilakukan saat Lukas berkasus serta menghindari panggilan KPK melalui sejumlah manuver. Padahal sudah jamak diketahui bahwa Lukas Enembe merupakan gubernur petahana yang hampir 10 tahun memimpin Papua. Pernyataan Ketua DAP, Dominikus Sorabut yang menyebut bahwa pengukuhan dilakukan karena terpanggil nurani untuk ibu pertiwi, hanyalah sebuah alasan belaka untuk berkilah serta menghindari pertanyaan lanjutan yang dipastikan akan susah untuk dijawab dan dijelaskan.

Di Atas Kepala Suku Hanya Ada Tuhan, Bukan Kepala Suku Besar

Dugaan korupsi yang disematkan KPK kepada Gubernur Papua Lukas Enembe seyogyanya direspon secara penuh tanggungjawab dengan mematuhi segala aturan yang telah ditetapkan. Lukas Enembe sebagai pemimpin harus siap menghadapi, bukan malah menghindari dengan cara membangun opini-opini yang mengada-ada, seperti meminta pemeriksaan dilakukan di lapangan terbuka, hingga mempermainkan kesakralan adat Papua dengan adanya pengukuhan dari DAP secara sepihak.

Isac Imbiri kembali menegaskan bahwa di atas kepala suku hanya ada Tuhan, tidak ada lagi kepala suku di atas kepala suku. Lantas kepada sesama generasi muda Papua, ia juga mengajak untuk mengambil hikmah dari situasi yang sedang berkembang di Papua saat ini, termasuk kasus korupsi yang sedang dihadapi Lukas Enembe. Korupsi harus diberantas dari bumi cenderawasih. Papua ke depan harus memiliki pemimpin-pemimpin yang benar-benar bersih dari korupsi.

Pemerintah Adalah Wakil Tuhan di Bumi, Maka Taatlah

Dalam ajaran agama Kristen, disebutkan bahwa sejatinya orang penganut agama Kristen adalah orang yang benar-benar hidup sesuai dengan kehendak Tuhan, menjadi pelaku firman. Salah satu wujud nyata kita terhadap kehendak Tuhan adalah taat kepada pemerintah. Mengapa kita harus taat kepada pemerintah? Sebab tidak ada pemerintah yang tidak berasal dari Tuhan. Tuhan menetapkan pemerintah di atas muka bumi dengan maksud agar manusia hidup secara tertib dan teratur. Dengan kata lain pemerintah adalah wakil Tuhan di bumi. Tujuan utama Tuhan mendirikan pemerintah sesungguhnya demi kepentingan manusia sendiri.

Hal tersebut berdasar pada Alkitab bahwa: “Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya, sebab tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintah pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah.” (Roma 13:1).

Maka dari itu Tuhan tidak menghendaki umat-Nya menentang, memusuhi atau melawan pemerintah yang sedang berotoritas, sebab “barangsiapa melawan pemerintah, ia melawan ketetapan Allah dan siapa yang melakukannya, akan mendatangkan hukuman atas dirinya.”(ayat 2).

Kita tidak perlu takut kepada pemerintah asal kita hidup sesuai aturan aturan yang ada, melakukan hal-hal baik, “Sebab jika seorang berbuat baik, ia tidak usah takut kepada pemerintah, hanya jika ia berbuat jahat.” (ayat 3a).

Dalam kasus Lukas Enembe, dirinya yang saat ini masih diberikan amanah untuk menjabat sebagai Gubernur Papua dimana termasuk menjadi bagian dari pemerintah secara dasar harusnya ditaati oleh masyarakat di wilayah Papua. Namun akibat ulahnya yang kemudian keluar dari jalur dan wewenangnya hingga kemudian terseret pada pusaran kasus korupsi dan gratifikasi. Sudah seharusnya dirinya dicopot dari jabatannya. Wakil Tuhan di Bumi bukanlah orang bermasalah yang memberikan contoh tak terpuji hingga merugikan masyarakat untuk kepentingannya sendiri. Bisa dipastikan, hati orang yang bermasalah tidak dipimpin oleh roh kudus, melainkan dipimpin oleh roh jahat.

Pengacara Lukas Enembe Sengaja Halangi Proses Hukum

Absennya Lukas Enembe terhadap pemanggilan KPK terkait kasus yang menimpa dipastikan didukung oleh orang-orang di sekitar, diantaranya dari pihak kuasa hukum. Hal tersebut yang juga menjadi sorotan dari sejumlah pihak, termasuk dari Pakar hukum Universitas Sumatera (USU), Ali Yusran Gea yang menilai usulan kuasa hukum Lukas Enembe agar diproses dengan hukum adat dianggap tidak masuk akal dan mencerminkan menghalangi proses hukum. Menurutnya proses penegakan hukum terhadap suatu kejahatan tetap harus dilakukan lewat hukum positif yang berlaku secara nasional. Indonesia merupakan negara hukum, maka sepatutnya setiap warga menghormati proses hukum.

Secara hukum, walaupun seorang pengacara tidak bisa dipidana dan diperdata dalam membela kliennya namun jika ucapannya atau tindakannya menghalangi unsur proses hukum, bisa menjadi masalah. Seharusnya, pihak Lukas Enembe dan pengacaranya tidak boleh memunculkan variabel lain, alasan sosiologi, alasan budaya, hingga alasan konflik. Karena hal tersebut termasuk menghalang-halangi proses penegakan hukum.

__

Agus Kosek

(Pemerhati Masalah Papua)