Portal Nawacita

Bersatu Kita Maju

ilustrasi revisi Otsus Papua

ilustrasi revisi Otsus Papua

Perlunya Evaluasi pada Kebijakan Otsus Papua yang Salah Urus oleh Gubernur Koruptor

portalnawacita.com – Lebih dari dua dekade kebijakan otsus diterapkan di tanah Papua, namun hingga kini masih menjadi pertanyaan hingga bahan provokasi sejumlah pihak. Sebuah narasi disinformatif sekaligus provokatif muncul di laman korankejora.blogspot membahas perihal kedaulatan Papua yang disebut dipenjara oleh Jakarta sebagai representasi pemerintah pusat. Narasi yang ditulis oleh inisial R Wonda tersebut membahas definisi politik dari berbagai tokoh dan sumber. Disebutkan bahwa kedaulatan politik adalah hak untuk mengatur diri sendiri dan segala macam hal yang dimiliki. Kebijakan Otsus disebut sebagai wacana basi yang pernah membuat nyawa masyarakat Papua jadi kepentingan elit borjuasi Jakarta. Papua jadi korban dari segala macam lini kehidupan.

Menurutnya, jika percaya pada wacana ekonomi mandiri, mengapa selama 20 tahun Otsus, namun MRP, lembaga adat, dan seluruh masyarakat apakah telah terwujud? Pada akhirnya yang menjadi sebuah masalah adalah kedaulatan politik. Di akhir tulisannya, disampaikan juga bahwa bangsa Papua harus terlibat dalam aktivitas perjuangan. Berjuang merebut kembali kedaulatan politik untuk merumuskan hidup bangsa Papua tanpa negara Indonesia. Sebuah simpulan narasi provokatif bersifat induktif dengan misi panjang Papua lepas dari Indonesia. Klise, namun masih sering dilakukan untuk menunjukkan eksistensi.

Perlunya Evaluasi pada Implementasi Kebijakan Otsus Papua

Hingga kini, pemerintah sendiri tidak menampik bahwa kebijakan yang telah memasuki Jilid II tersebut masih belum sesuai harapan, perlu pembenahan hingga butuh evaluasi secara menyeluruh. Secara umum, harapan dari kebijakan tersebut terpancang pada apa yang diamanatkan dalam UU Otsus, yakni terjadinya perubahan yang signifikan ke arah kemajuan dan perbaikan kualitas hidup masyarakat Papua, khususnya Orang Asli Papua (OAP), dalam berbagai aspek kehidupan. Jika tak ada pembenahan pada aspek implementasi, maka dikhawatirkan sejumlah keluhan masih akan terjadi.

Dari sejumlah aspirasi yang muncul dari suara akar rumput dalam beberapa waktu terakhir, aspek yang banyak dikeluhkan masyarakat terkait Otsus jilid I adalah pengelolannya yang dinilai kurang transparan. Keluhan lainnya adalah soal pengawasan terhadap pendistribusian dana Otsus dari Pemerintah Daerah ke Distrik, hingga ke kampung-kampung. Lemahnya pengawasan menyebabkan oknum-oknum pengelola dana Otsus melakukan penyimpangan untuk memperkaya diri. Karena itu, perlunya keterlibatan komponen masyarakat untuk ikut mengawasi pengelolaan dana Otsus, seperti komponen adat, pemuka gereja, organisasi kepemudaan dan kelompok perempuan.

Penggunaan dana Otsus jilid satu selama dua puluh tahun ke belakang juga perlu disampaikan secara terbuka kepada masyarakat. Jika terdapat temuan-temuan terkait penyimpangan penggunaannya, maka oknum-oknum yang terlibat harus bertanggung jawab secara hukum. Sehingga menjadi hal yang patut didukung ketika KPK saat ini memeriksa seluruh aliran dana Otsus, mulai dari Pusat ke provinsi, kabupaten, hingga ke perangkat kampung-kampung yang ada di Papua. Hal tersebut semata agar ke depan pada penyelenggaraan Otsus jilid dua tidak lagi terdapat korupsi, sehingga masyarakat lebih merasakan manfaat kebijakan Otsus.

Harapan Penataan Ulang Sistem Pengelolaan Keuangan di Papua

Kasus yang menimpa Gubernur Papua, Lukas Enembe pada akhirnya membuka tabir gelap pengelolaan sebuah wilayah beserta sumber daya manusia yang harusnya bersikap amanah. Perlahan namun pasti, kotak pandora kasus tersebut mulai terbuka satu persatu tak hanya soal keterkaitannya dengan spekulasi sumber uang yang digunakan untuk berjudi, namun juga keterikatannya dengan posisinya sebagai Gubernur. Wilayah Papua yang dalam 20 tahun terakhir mendapat keistimewaan kebijakan otonomi khusus (Otsus) berdampak pada besarnya suntikan dana yang diterima dari pusat kepada pengelola di pemerintah daerah. Hal tersebut menjadi sesuatu yang membanggakan namun juga membahayakan jika tak mampu mengelola dan jatuh pada orang yang salah.

Jika ditotal, dana Otsus yang diberikan pemerintah sekitar 1.000 triliun rupiah lebih, namun ternyata dana tersebut diindikasi digunakan oleh Lukas Enembe untuk berjudi di lima negara. Mengutip pernyataan Menko Polhukam, Mahfud MD bahwa sejak tahun 2001 atau sejak UU Otsus diberlakukan, sudah sekitar 1000,7 Triliun Rupiah digelontorkan untuk pembangunan Papua. Dana yang mengalir pada era pemerintahan Lukas Enembe mencapai lebih dari setengahnya. Aliran tersebut merupakan dana resmi yang tercatat dalam dokumen negara di bawah Kementerian Keuangan. Melihat besaran dana otsus tersebut, patut dipertanyakan mengapa warga Papua tetap miskin. Terlebih, kemiskinan yang terjadi di Papua menyebabkan warga justru marah kepada pemerintah pusat. Lebih dari 20 tahun berlalu, pembangunan di Papua juga seperti berjalan di tempat. Masih terdapat kabupaten atau kota yang tidak tersentuh. Sudah menjadi rahasia umum, para Bupati dan Walikota Papua banyak berkantor di Jakarta daripada di daerahnya. Mereka disebut sibuk mencari ‘kesenangan’ daripada memperhatikan masyarakat di daerahnya.

Mantan Panglima Operasi Papua Merdeka (OPM) Lambert Pekikir menyatakan, sangat disayangkan perbuatan korupsi Lukas Enembe dilakukan di tengah banyak warga Papua yang hidup dalam kondisi memprihatinkan. Menurutnya, tindakan tegas Pemerintah menjemput paksa Lukas Enembe, tidak akan berdampak terhadap munculnya gejolak di wilayah Papua secara keseluruhan. Kemudian terkait dugaan adanya dukungan OPM terhadap Lukas Enembe, OPM sejatinya hanya memperjuangkan Papua merdeka. Lain hal, dengan OPM buatan. Karena itu, dirinya meminta agar Pemerintah bersikap tegas kepada Lukas Enembe. Mengimbau kepada gubernur non aktif untuk patuh terhadap proses hukum. Pasalnya selama ini Lukas Enembe selalu berbicara, berpidato kepada masyarakat Papua untuk menjadi warga negara yang baik. Sehingga kemudian menjadi pertanyaan, sikap Lukas yang menghindar dari proses hukum apakah merupakan bukti menjadi warga negara yang baik atau tidak.

Sementara itu, Tokoh adat Papua, Barnabas Nukuboy menilai bahwa KPK memiliki bukti Lukas Enembe melakukan korupsi. Menurutnya, tidak ada pihak yang kebal hukum. Lukas Enembe harus bertanggung jawab dari segi hukum atas perbuatannya sendiri dalam kasus korupsi dan tidak boleh mengorbankan masyarakat Papua sebagai tamengnya.

Modus Kritik Kebijakan Otsus untuk Lancarkan Misi Papua Merdeka

Alih-alih berharap pada evaluasi kebijakan pembangunan tanah Papua yang semakin tepat sasaran. Adanya kritik terhadap kebijakan otsus yang disampaikan dalam narasi provokatif tersebut bisa dipastikan hanya upaya untuk menunjukkan eksistensi perihal tuntutan pelepasan Papua dari Indonesia. Sejauh apapun kebijakan pemerintah untuk membangun Papua kemungkinan hanya akan direspon dengan resistensi yang sering tak masuk akal.

Para pendukung kelompok separatis tersebut telah dibutakan dengan utopis bahwa ketika Papua pisah dari Indonesia, maka segala kehidupan akan berubah drastis menuju lebih baik. Mereka lupa bahwa kejadian pisahnya timor-timur dari Indonesia yang justru tak seperti harapan dalam hal pembangunan dan kemajuan wilayah. Pun juga terkait dana Otsus yang dikatakan tidak menyentuh masyarakat Papua, padahal sang gubernur sendiri yang justru ‘menyentuh’ anggaran otsus tersebut terlalu dalam hingga dinyatakan sebagai tersangka KPK.

__

Agus Kosek

(Pemerhati Masalah Papua)