Portal Nawacita

Bersatu Kita Maju

Memulihkan Indonesia Raya

PortalNawacita – Indonesia diserang pandemi virus corona atau Covid-19. Tak hanya menyebabkan lebih 1.200 jiwa melayang per Kamis (21/5/2020), tapi setidaknya 2,6 juta hingga 5,2 juta orang kehilangan pekerjaan. Jutaan orang susut pendapatannya.

Dampak pandemi memukul telak Indonesia, terutama ekonomi negara dan masyarakatnya. Pandemi mengubah arah pembangunan. Semua kementerian/lembaga pemerintah dipaksa mengubah fokus guna merespons pandemi dan implikasinya.

Pemerintah telah mengambil langkah darurat dalam kebijakan keuangan dan stabilitas penanganan keuangan untuk penanganan pandemi Covid-19, belum lama ini terbit PP No 23/2020 tentang Pemulihan Ekonomi Nasional dalam Mendukung Kebijakan Keuangan Nasional sebagaimana diatur Perppu 1/2020. Pemerintah telah pula mengubah program, kegiatan, dan merealokasi anggaran negara. Fokus baru pada pencegahan penularan virus corona, penanganan dan pengobatan warga yang terjangkit, serta penanggulangan dampaknya secara nasional.

Sebelum PP 23/2020, telah terbit Perppu 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Nasional. Perppu diterbitkan pada 31 Maret lalu. Walaupun Perppu ini ada yang menggugatnya ke Mahkamah Konstitusi (MK), namun argumen “kegentingan yang memaksa” akibat pandemi virus corona, sulit dibantah. DPR pun telah menerima dan menyetujui Perppu tersebut menjadi UU pada 13 Mei 2020.

Tiga Jalan
Berbagai program jaring pengaman sosial disiapkan. Pengurangan dan penghapusan kewajiban membayar listrik, kartu pra-kerja, kartu sembako, program keluarga harapan, bansos tunai, bansos sembako bagi keluarga di Jabodetabek, dan bantuan langsung tunai dana desa, semua ini solusi darurat yang bersifat sementara guna meredam dampak pandemi. Apa saja jalan yang tersedia bagi upaya pemulihan Indonesia Raya pascapandemi Covid-19?

Selain jaring pengaman sosial dan pencegahan penularan virus –seperti larangan mudik Lebaran dan larangan atau anjuran lain–, perlu dibangun konsensus nasional untuk memulihkan Indonesia. Dalam konteks pemulihan ekonomi setelah pandemi, tersedia tiga jalan.

Pertama, kembali ke tatanan lama sebelum pandemi. Tatanan –sistem, struktur, kultur dan praktik– ekonomi lama itu bercirikan ketimpangan dan ketidakadilan. Ia rapuh, jauh dari semangat proklamasi kemerdekaan dan konstitusi. Pilihan ini tampak tak rasional.

Kedua, meninggalkan sebagian tatanan ekonomi lama sambil memilih hal-hal baru sehingga tercipta tatanan yang adaptif. Jalan ini tampak lebih masuk akal. Mengakomodasi perubahan, dengan mempertahankan sejumlah unsur tatanan lama.

Ketiga, meninggalkan tatanan ekonomi lama menuju tatanan yang sama sekali baru. Pilihan ini paling radikal atau revolusioner. Ini jadi pilihan bangsa yang berpikir maju. Indonesia (dan dunia) ditantang mengubah tatanan ekonominya secara mendasar. Tatanan eksploitatif dan mengisap sumber daya ekonomi diganti menjadi sosial-kerakyatan alias Pancasilais. Perubahan seluruhnya untuk semua.

Penulis tak memilih jalan pertama. Debat memang bisa dilakukan atas kemungkinan setiap jalan. Namun, dampak sosial ekonomi bagi negara dan masyarakat karena serangan Covid-19 itu sungguh teramat dahsyat. Kita harus memilih pikiran dan jalan yang benar untuk Indonesia baru.

Memulihkan Secara Utuh
Mari imajinasikan skenario pemulihan kehidupan bangsa Indonesia Raya secara utuh pascapandemi. Dalam bidang pembangunan manusia: kesehatan, pendidikan, jaminan sosial, bantuan sosial, agama, perempuan, anak, kebudayaan, riset, teknologi, desa, agraria, pemuda, olahraga, dan kebencanaan mengalami dampak berat. Semua segi kena. Semua harus berubah. Pembangunan manusia berkualitas kian relevan agar Indonesia kian maju. Tak kembali ke masa lalu yang suram.

Bidang infrastruktur, transportasi, energi, pertambangan, pariwisata, ekonomi kreatif, lingkungan hidup, kehutanan, dan investasi terdampak besar. Pembangunan infrastruktur kini harus mengalah. Bukan hanya berubah bentuk, tapi berubah arah dan prioritasnya.

Bidang ekonomi: keuangan, BUMN, ketenagakerjaan, industri, perdagangan, koperasi, UKM, pertanian dan kemudahan usaha nyaris seluruhnya terdampak luas. Perlu penyesuaian paradigmatik. Orientasi pembangunan yang menguatkan rakyat golongan ekonomi lemah saatnya diwujudkan.

Demikian pula bidang informasi dan komunikasi: pengelolaan strategi komunikasi politik, hubungan masyarakat, informasi komunikasi pemerintah dan media pun terdampak signifikan. Penyesuaian infrastruktur informasi, juga pada strategi dan esensi komunikasi.

Dampak dan perubahan di bidang politik, hukum, pertahanan, keamanan dan hak-hak asasi manusia tak kalah telaknya. Bukan hanya penundaan pilkada. Perlu penyesuaian struktural sistem dan kelembagaan demokrasi. Transformasinya dilakukan pemerintah bersama akademisi dan praktisi.

Memulihkan Indonesia Raya bermakna perbaikan tatanan pada semua bidang kehidupan yang terintegrasi dalam kebijakan negara. Para pemimpin nasional menuntun arah pemulihan ini. Publik aktif mengawasi dan memberi masukan. Setelah pandemi, jaminan keselamatan, kelayakan, dan kemakmuran rakyat menguat. Indonesia menjadi lebih baik dan adil dari sebelum pandemi. Tidak seperti dulu, apalagi malah terpuruk jadi lebih buruk.

Dengan begitu, hantaman pandemi corona berhasil memulihkan Indonesia Raya ke arah yang sesuai cita-cita proklamasi dan Konstitusi 1945. Pandemi mendidik bangsa untuk jadi lebih tangguh dalam mengarungi gelombang di samudera kehidupan dunia yang kian kompleks. (BERITASATU)