Portal Nawacita

Bersatu Kita Maju

Strategi Pencapaian Kedaulatan Pangan di Era Jokowi-Ma’ruf Amin

Pangan merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang mendukung terbangunnya generasi yang sehat dan cerdas untuk memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Hingga kini masalah pangan masih terus menjadi beban yang harus dicari solusinya melalui pembangunan pertanian yang maju dan berkeadilan, sehingga para pelakunya memperoleh pendapatan yang adil, lebih baik untuk kesejahteraan keluarganya.

Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional (Wantanas) Achmad Djamaludin mengatakan, Indonesia kaya akan sumber daya melimpah, tetapi belum semua dieksplorasi untuk menghasilkan komoditi pangan. Memasuki tahapan kemajuan 4.0, maka perlu dilakukan inovasi bidang pangan, agar mampu mencukupi kebutuhan pangan secara baik.

Produksi beras ke depan agaknya tidak akan mencukupi kebutuhan beras, untuk itu perlu dilakukan deversifikasi pangan non beras yang selama ini menjadi pangan pokok spesifik di masing-masing wilayah. Sagu, jagung, ubi jalar sangat potensial sebagai pengganti beras. Posisi beras sebagai pangan yang bergengsi harus dikikis dengan pengertian tentang pangan lain yang bernilai gizi baik.

Komoditi spesifik seperti Porang diminta tidak ada ekspor dalam bentuk segar atau bibit. Sagu di Papua, mesti dipertahankan sebagai sumber pangan spesifik Papua. Perlu adanya regulasi yang memasukkan palawija sebagai produk pangan yang dikawal pemerintah. Pengaturan zonasi lahan pertanian abadi. Larangan monopoli, membangun jaringan pemasaran, pengembangan teknologi pangan non beras, memerankan laboratorium sebagai mitra strategis pangan. Berikutnya infrastruktur kawasan pertanian harus dibangun agar angkutan pangan dari kebun ke pasar menjadi lancar.

Guru Besar Fakultas Ekonomi UI, Renald Kasali mengatakan, pangan yang panen musiman menjadi catatan tersendiri di Indonesia. Tantangan yang dihadapi Indonesia adalah peningkatan jumlah penduduk, yang berlawanan dengan menyusutnya lahan pertanian 100ribu ha/tahun. Penggunaan teknologi canggih itu mesti digunakan untuk melakukan efisiensi produksi dan perdagangan. Inovasi adalah kata kunci dalam bisnis terutama dalam rangka menciptakan pasar. Smart phone, big data, pengingat pintar buatan, cloud computing, sensor pengendali data awal.

Penggagas Pasar Komoditi Nasional (Paskomnas) Hartono Wignjopranoto termasuk orang gila karena membangun pasar yang mestinya disediakan pemerintah. Tetapi Paskomnas sedang membangun pasar yang bersih, beradab dalam melayani masyarakat menjual dan membeli pangan dengan nyaman. Ke depan, Indonesia akan berkembang budaya kurangnya makan beras dalam rangka hidup sehat.

Pendapatan per kapita

Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Ardiansyah Parman mengatakan tentang cita-cita presiden Jokowi untuk pendapatan perkapita masyarakat pada tahun 2045 sebesar Rp320juta/tahun atau sekitar Rp27juta/kapita/bulan. Untuk itu ekonomi harus tumbuh sekitar 7 prosen/tahun. Bagaimana dengan sektor pangan yang merupakan bagian dari pelaku pembangunan, mesti dilakukan inovasi cerdas sehingga pertanian kita maju diproduksi yang mampu menembus pasar dunia.

Berbagai masalah pangan terkini diantaranya adalah:

a. Berbagai komoditi pangan bergantung import dan semakin lama semakin besar.

b. Harga produksi pangan berfluktuasi, para petani dan pelaku usaha kebingungan dalam mengembangkan usahanya.

c. Disparitas harga antar wilayah terlalu besar karena masing-masing daerah tidak mampu pengembangan komoditi sesuai kebutuhan dan potensi wilayahnya.

d. Distribusi pendapatan untuk petani selaku pelaku pertama dalam mata rantai produksi dan distribusi pangan terasa “kurang adil”.

e. Ekspor pangan deficit, import pangan semakin membesar, produksi komoditi berpotensi ekspor tidak terprogram dengan baik.

f. Kepastian hukum yang menyulitkan pengusaha dan egosektoral di pemerintahan.

g. Industrialisasi yg tidak berbasis pertanian.

Masalah tersebut akan semakin berkembang apabila tidak ada program-program yang jitu yang dilaksanakan secara komprehensif oleh berbagai pihak yang berkait dengan produksi, distribusi dan konsumsi pangan. Selain bertujuan untuk memperkuat ketahanan menuju kemandirian pangan, usaha komoditi pangan juga “dibebani” fungsi sebagai mesin devisa melalui ekspor pangan – sekaligus menekan import sehingga neraca perdagangan pangan menjadi surplus.

Ada tiga bagian penting yang perlu dibenahi melalui program-program pangan yang terintegrasi, pelaksanaannya bersama, sehingga mampu mengatasi masalah pangan tersebut.

Bagian pertama adalah pembangunan pusat-pusat distribusi di kota-kota besar yang selama ini menjadi daerah penggunaan produk pangan pasif yang menjadi tujuan utama pemasaran produk pangan dari berbagai daerah.

Pusat distribusi atau pasar induk ini penting karena peranannya sebagai sentra kulakan pasar-pasar kawasan sekaligus sebagai pusat pembentuk harga pangan. Peran sebagai pusat pembentuk harga karena pasar induk akan memasarkan hampir seluruh jenis kebutuhan pangan masyarakat, yang memudahkan para pedagang pengecer memperoleh dagangannya secara lengkap. Berdasarkan pengalaman salah satu pengelola pasar berjaringan nasional, agaknya wilayah Indonesia memerlukan sekitar 15 unit pusat distribusi pangan strategis yang selama ini berpengaruh pada inflasi. Berikutnya perlu dibenahi prasaran dan manajemen pasar eceran di setiap kawasan dan lingkungan yang bersentuhan dengan konsumen akhir.

Bagian kedua, sambil membangun pasar-pasar induk di kawasan yang strategis yang mampu menjangkau pasar eceran di wilayah cakupannya secara koordinatif, yang harus dibenahi adalah pengembangan produksi yang berorientasi ke pasar. Kalau ke-15 unit konsep pasar induk pangan strategis berjaringan nasional itu dapat dipasok/supply sesuai kebutuhan secara kontinyu dan stabil, maka akan tercipta stabilitas harga secara nasional. Daerah-daerah lain tentu harus membangun pertanian pangannya sebagai pusat produksi/hinterland, selain untuk memenuhi kebutuhan pangan daerah juga untuk dipasok kepusat distribusi utama tersebut.

Bagian ketiga, Untuk mampu mengembangkan produksi yang berorientasi pasar domestik dan ekspor, maka di kawasan sentra produksi tersebut harus dibangun kelembagaan bisnis kerakyatan yang formal dan professional. Mengacu pada Negara-negara yang kuat, bangunan lembaga usaha pertaniannya hampir semua berbentuk “koperasi” yang dikembangkan secara berjenjang.

Sejalan dengan logika dan perundangan yang ada, jenjang koperasi-koperasi pertanian pangan itu seyogyakan dibentuk mulai satuan wilayah kecamatan, kabupaten, provinsi dan nasional. Dengan dilengkapi sistem manajemen jaringan dan IT saat ini, akhirnya akan terbangun tata hubungan kerja ekonomi yang adil dan menyejahterakan anggotanya. Koperasi harus mampu melakukan perencanaan, pelaksanaan usaha agribisnis berorientasi pasar yang menguntungkan anggotanya.

Kalau relasi hulu dan hilir tersebut mampu berjalan dengan baik, pasar domestik tertata rapi, masyarakat produsen dan pelaku pasar dapat mengembangkan usahanya secara bersama untuk merebut peluang ekspor. Untuk itu memerlukan percepatan melalui pembangunan kawasan komoditi spesifik yang modern.

Banyak komoditi pangan spesifik tropika yang dapat dikembangkan beroriantasi ekspor, misalnya buah-buahan dan tanaman, sayur dan komoditi lainnya. Kalau sudah berorientasi ekspor, pelaksanaan produksi, pasca panen dan pengolahan hasil harus ter-standardisasi yang diterima oleh pasar internasional.

Untuk itu perlu adanya kebun-kebun sentra produksi yang luasnya memadai yang mampu menghasilkan produk segar dan produk olahan/turunan yang bernilai tambah. Pengembangan sentra produksi pangan professional, dapat dilakukan ditanah-tanah Negara yang selama ini kurang produktif. Dengan aturan khusus, tanah-tanah negara yang nganggur dan kurang produktif dapat dibangun kebun dengan pola inti-plasma yang mengutamakan pengusaha dalam negeri sebagai pengelolanya.

Kesimpulan:

• Dengan berkelompok/berkoperasi, petani dapat melakukan efisiensi biaya produksi untuk menghasilkan harga pokok produksi (BEP) yang lebih rendah, sehingga produk pertanian petani Indonesia bisa bersaing dipasar domestic dan export.

• Dengan informasi kebutuhan konsumen dari pasar induk yang teratur, lalu dibangun kerjasama resmi, maka lembaga petani produsen akan dapat melakukan produksi secara tepat dan terukur, dengan jaminan keamanan pemasaran dan pembayarannya.

• Dengan pola tanam teratur, panen teratur dan distribusi produk petani dari lembaga petani formal kekepusat-pusat distribusi pasar induk yang lebih terukur,ketersediaan pangan akan kontinyu, dengan harga wajar, terjangkau konsumen dan menguntungkan petani produsen.

• Dengan akses pasar langsung dari lembaga petani formal kepusat-pusat distribusi/pasar induk, akan diperoleh harga yang lebih baik, sehingga pendapatan petani meningkat.

• Dengan pendapatan yang meningkat, maka semangat berusaha para pemuda di bidang pertanian akan meningkat untuk kesejahteraan keluarganya.

• Dengan berbagai program Pemerintah yg diselaraskan dengan tujuan tersebut diharapkan Kedaulatan Pangan Nasional akan tercapai, kesejahteraan petani semakin baik menuju pendapatan perkapita Rp27juta/kapita/bulan pada tahun 2045.

• Memasuki tahapan kemajuan 4.0, maka perlu dilakukan inovasi bidang pangan, agar mampu mencukupi kebutuhan pangan secara baik dan mendorong tumbuhnya industry yang berbasis pertanian.

• Pengalaman Paskomnas dalam membangun pasar induk berjaringan nasional dapat menjadi model untuk dikembangkan oleh pemerintah dalam rangka membangun pertanian berorientasi pasar dalam rangka stabilisasi ketersediaan, yang menguntungkan petani dan menyenangkan konsumen serta mendorong ekspor pangan hingga surplus.[news.analisadaily.com]

Disari dari Diskusi terbuka Lembaga Kajian Nawacita (LKN) di Jakarta medio November 2019, melibatkan pihak-pihak yang berkait dengan pangan. LKN adalah lembaga independen yang fokus pada pengembangan diskusi pembangunan di Indonesia, diantaranya adalah pembangunan usaha berbasis komoditi pangan.