Portal Nawacita

Bersatu Kita Maju

Aksi Mendukung Pemekaran Wilayah Papua

Aksi Mendukung Pemekaran Wilayah Papua

Sikap Pesimis Terhadap Kebijakan DOB Tak Lebih dari Keengganan Memajukan Papua

portalnawacita.com – Ditengah proses pemerintah daerah mempersiapkan perangkat provinsi pemekaran kebijakan Daerah Otonomi Baru (DOB) di Papua yang beberapa waktu lalu telah disahkan. Masih saja terdapat opini provokatif yang sengaja bersikap nyinyir mempertanyakan urgensi DOB terhadap orang asli Papua (OAP). Adalah seorang pemuda Papua di Provinsi Papua Pegunungan bernama Unas Ginia. Ia menuliskan opininya melalui portal media nokenwene.com bahwa DOB di tanah Papua semakin menyingkirkan masyarakat asli Papua. Kebijakan DOB dinilainya bukan untuk menyejahterakan masyarakat Papua dan membuka lapangan pekerjaan bagi OAP. Dirinya mengatasnamakan masyarakat Papua lantas menyebut telah disingkirkan seperti menjadi penonton di daerah sendiri, padahal provinsi hadir untuk prioritaskan anak daerah.

Sikap nyinyir tersebut ternyata dilatarbelakangi oleh kekecewaan masalah pribadi. Ia baru saja melihat pengumuman hasil tes IPDN dari Provinsi Papua Pegunungan. Dirinya mengaku kecewa dengan hasil tes IPDN Provinsi Papua Pegunungan yang tidak 100% OAP. Padahal, menurut pendapatnya UU Otsus menekankan prioritas bagi orang Papua namun faktanya tidak demikian. Terlebih, ia melihat bahwa honorer provinsi Papua Pegunungan akan penuh dengan non Papua, otomatis menurutnya penerimaan Aparatur Sipil Negara (ASN) nanti akan diutamakan honorer tersebut dan disebut akan menguasai provinsi baru. Dirinya lantas meminta kepada Pj Gubernur Papua Pegunungan melihat kondisi adanya penyingkiran OAP. Di akhir opininya, ia kemudian mengancam bahwa jika kondisi tersebut terus terjadi, maka masyarakat di Provinsi Papua Pegunungan diklaim akan turun ke jalan melakukan aksi di halaman kantor Gubernur.

Hal serupa juga datang dari akun twitter @Mulait_ yang menyebut bahwa Kebijakan DOB serta Otsus merupakan ide BIN dan bagian dari upaya menguasai tanah Papua. OAP dikhawatirkan akan kalah saing dengan para pendatang. Sebuah ketakutan berlebihan dari masyarakat yang sejak awal telah diperhatikan dan bahkan diistimewakan pemerintah pusat melalui sejumlah kebijakan seperti Otsus dan DOB. Untuk diketahui bahwa akun twitter @Mulait_ melalui sejumlah unggahannya kerap berada pada posisi oposisi.

Telaah Informasi dan Pengetahuan Berkaitan dengan Ruang Afirmasi bagi OAP

Sikap kekhawatiran bahwa warga pendatang akan menguasai wilayah Papua merupakan sebuah ketakutan dari seseorang yang minim informasi seperti katak dalam tempurung. Berkali-kali pemerintah menjelaskan, bahkan diteruskan oleh sejumlah tokoh Papua bahwa kebijakan DOB akan menjadikan OAP sebagai tuan rumah di wilayah sendiri. Pernyataan terbaru berkaitan dengan hal tersebut juga datang dari tokoh muda Papua, Steve Mara. Dengan tegas, ia bahkan mempertanyakan bahwa siapa yang menjadi tuan tanah di bumi Papua saat ini? Siapa yang mengisi jabatan publik di Pemerintah Provinsi, Kabupaten, Kota, Desa, Militer, Kepolisian, Menteri? Apakah tidak ada orang Papua? Harus direnungkan dengan baik bahwa untuk sampai hingga kebijakan otonomi daerah telah melalui perjalanan panjang. Di balik Otonomi daerah yang diterapkan di bumi Papua saat ini, ada upaya orang asli Papua (OAP) untuk menjadi Tuan Tanah di Bumi Papua. Jika tidak percaya, maka bisa diperiksa nama-nama gubernur atau kepala daerah di Papua semenjak tahun 2000. Apakah mereka bukan OAP? Apakah generasi Papua sebelumnya adalah generasi buta huruf yang tidak memahami situasi bangsa Papua dan tidak bisa berpikir secara bebas? Hal ini harus menjadi perenungan bersama. Steve Mara yakin suatu hari nanti putera-puteri Papua akan menduduki kursi pimpinan nasional yang tertinggi di Nusantara. Kiranya setiap insan Papua berkontribusi untuk membangun pemahaman yang utuh, tidak selektif dalam memaknai peristiwa penting, seperti sejarah Papua dan peristiwa Pepera yang masih saja dipertanyakan oleh pihak tertentu. Sehingga pada akhirnya pemahaman tersebut kokoh karena dibangun di atas batu pengetahuan dan kebijaksanaan, bukan pasir kekeliruan dan hasutan.

Kemudian berkaitan dengan penataan dan penerimaan ASN di Provinsi pemekaran, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) sejak awal telah menawarkan pengadaan ASN di tiga wilayah baru tersebut dengan mempertimbangkan kearifan lokal yakni komposisi 80% OAP dan 20% non OAP. Tiga provinsi baru tersebut diperkirakan bakal membutuhkan ASN hingga mencapai puluhan ribu pegawai. Secara lengkap, penawaran pemerintah dalam pemenuhan pegawai di wilayah DOB meliputi: Pengukuhan dalam jabatan yang telah menduduki jabatan setara dengan jabatan yang masih satu rumpun jabatan, khususnya yang berasal dari Provinsi induk, uji kesesuaian dalam jabatan (job fit) bagi pegawai yang telah menduduki jabatan setara dengan rumpun jabatan yang berbeda, serta seleksi terbuka dan kompetitif berdasarkan peraturan UU apabila tidak terdapat kesesuaian ASN dengan jabatan yang dibutuhkan baik dari dalam lingkungan provinsi maupun luar Provinsi Papua.

Pemerintah juga bakal mempertimbangkan sejumlah syarat penerimaan ASN bagi OAP. Untuk diketahui bahwa Pemerintah dan Komisi II DPR sebelumnya telah sepakat mengakomodasi OAP untuk lebih dominan dalam formasi ASN pada DOB Papua. Ketua Komisi II DPR, Ahmad Doli Kurnia, menegaskan bahwa pemekaran provinsi tetap menggaransi keberadaan OAP. Telah disepakati komposisi sebesar 80 persen OAP mengisi formasi ASN.

Melalui kebijakan pemekaran wilayah, pemerintah juga berhasil memperjuangkan afirmasi OAP, dimana batas pengangkatan ASN untuk CPNS hingga 48 tahun, sedangkan usia 50 tahun untuk CPNS berasal dari tenaga honorer. Keputusan tersebut memiliki dasar dan alasan bahwa apabila pemerintah menggunakan skema rekrutmen CPNS seperti biasa, maka tidak akan memenuhi kebutuhan ASN di tiga provinsi baru hasil pemekaran Papua, sehingga batas persyaratan usia dinaikkan.  Keputusan menaikkan usia tersebut menjadi salah satu bukti perjuangan afirmasi untuk mengangkat harkat dan martabat orang asli Papua.

Beasiswa Afirmasi Pendidikan Menengah untuk 900 Pelajar Papua

Fakta berikutnya berkaitan dengan dukungan pemerintah pusat terhadap OAP, sebanyak 900 pelajar di Papua mendapat beasiswa afirmasi pendidikan menengah (Adem). Beasiswa tersebut berlaku untuk Provinsi Papua termasuk tiga DOB. Kepala Bidang Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus DPPAD Papua Laurens Wantik menjelaskan, penerima Beasiswa Adem adalah program penerima beasiswa yang dikhususkan untuk orang asli Papua. Penerima beasiswa Adem disebar di 150 sekolah menengah atas dan kejuruan di enam provinsi yang tersebar di Pulau Jawa dan Bali. Untuk tahun 2023, beasiswa Adem yang disiapkan untuk Papua, Papua Tengah, Papua Pegunungan dan Papua Selatan sebanyak 350 orang.  Rekrutmen sudah mulai dilakukan dan setelah dinyatakan lulus SMP mereka akan dikirim ke sekolah penerima.

Pemberian beasiswa Adem bertujuan memberikan pendidikan menengah yang berkualitas sehingga diharapkan terjadi percepatan pembangunan sumber daya manusia di Papua. Selain beasiswa Adem, program yang tengah pada masa sosialisasi yakni beasiswa Afirmasi pendidikan tinggi (Adik). Dua program yang diperuntukkan bagi OAP tersebut diharapkan mampu menjawab angka statistik pendidikan yang kurang baik, khususnya di wilayah Papua.

Sikap Pesimis Terhadap Kebijakan DOB Tak Lebih dari Keengganan Memajukan Papua

Sebegitu banyak program dan kebijakan yang dihadirkan oleh pemerintah pusat terhadap masyarakat Papua terutama OAP, namun masih saja terdapat keluh kesah dan rasa kekecewaan yang muncul dalam unggahan narasi di media online. Manusia memang tidak sempurna, begitu juga dengan realisasi kebijakan pemerintah yang memang harus dikawal agar benar-benar tepat sasaran. Sebagaimana yang tertuang di Pancasila sila ke-5 yang berbunyi ‘Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia’, pemekaran Papua yang membentuk empat provinsi baru merupakan salah satu bentuk wujud perhatian pemerintah terhadap masyarakat kawasan Timur untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Hal tersebut juga diamini oleh pejabat Walikota Jayapura, Frans Rekey bahwa melalui pemekaran terlihat jelas dari sudut lokasi dan tanggung jawab daerah masing-maisng.

Maka daripada mengutuk ruang kegelapan, akan lebih baik jika menyalakan lilin sebagai terang jalan dalam upaya memajukan serta menyejahterakan tanah Papua secara bersama-sama. Tuhan memberkati.

__

Agus Kosek

(Pemerhati Masalah Papua)­