Portal Nawacita

Bersatu Kita Maju

RCTI dan iNews TV Gugat Definisi ‘Penyiaran’ ke MK, Ini Jawaban Kemenkominfo

PortalNawacita – RCTI dan iNews TV (MNC Group) mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi agar memperluas definisi penyiaran, sehingga nantinya akan mencakup penyelenggara layanan audio visual berbasis internet.

Dalam gugatannya, RCTI dan iNews TV menilai Pasal 1 ayat 2 UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran ambigu dan menyebabkan ketidakpastian hukum. Pemohon meminta agar penyedia layanan siaran melalui internet turut diatur dalam Pasal 1 ayat 2 UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

Guatan ini dikritik sejumlah pengamat dan pengguna internet. Di antaranya adalah pakar hukum dan pengamat politik Refly Harun yang belakangan memiliki hobi baru: menjadi seorang pembuat konten YouTube.

Untuk kebutuhan konten itu, Refly kini mempekerjakan sekitar 10 staf untuk mengelola empat media sosial—YouTube, Instagram, Twitter, dan Facebook—tempat ia kerap membagikan konten bertema politik, hukum, dan ekonomi.

Dari empat platform tersebut, YouTube merupakan kanal utama yang digunakannya, dengan tiga platform lainnya menjadi saluran promosi bagi konten-konten yang telah dibuatnya.

“Saya sehari bisa membuat dua atau tiga video. Saya hanya buat video, tapi belum pernah siaran langsung, jadi saya post video di YouTube, kemudian di Instagram, saya buat IG TV untuk teaser-nya, plus gambar-gambar thumbnail-nya, terus saya kadang-kadang share di Facebook atau Twitter saya. Jadi saya bermain di empat platform itu,” ungkap Refly.

Kemenkominfo

Kementerian Komunikasi dan Informatika ( Kominfo ) menyebut apabila gugatan RCTI terkait uji materi Undang-Undang Penyiaran dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi maka masyarakat tidak lagi bebas memanfaatkan fitur siaran langsung dalam platform media sosial.

“Perluasan definisi penyiaran akan mengklasifikasikan kegiatan seperti Instagram TV, Instagram Live, Facebook Live, Youtube Live, dan penyaluran konten audio visual lainnya dalam platform media sosial diharuskan menjadi lembaga penyiaran yang wajib berizin. Artinya, kami harus menutup mereka kalau mereka tidak mengajukan izin,” ujar Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika (PPI) Kominfo Ahmad M Ramli secara virtual dalam sidang lanjutan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Rabu (26/8/2020).

Apabila kegiatan dalam media sosial itu juga dikategorikan sebagai penyiaran, maka perorangan, badan usaha, ataupun badan hukum dikatakannya akan dipaksa memiliki izin menjadi lembaga penyiaran.

Selanjutnya perorangan atau badan usaha yang tidak dapat memenuhi persyaratan perizinan penyiaran itu menjadi pelaku penyiaran ilegal dan harus ditertibkan oleh aparat penegak hukum karena penyiaran tanpa izin merupakan pelanggaran pidana. Belum lagi pembuat konten siaran melintasi batas negara sehingga tidak mungkin terjangkau dengan hukum Indonesia.

Ramli mengakui kemajuan teknologi yang pesat memungkinkan terjadinya konvergensi antara telekomunikasi dan media penyiaran, tetapi usulan agar penyiaran yang menggunakan internet termasuk penyiaran disebutnya akan mengubah tatanan industri penyiaran dan mengubah secara keseluruhan Undang-Undang Penyiaran.

Solusi yang diperlukan, menurut dia, adalah pembuatan undang-undang baru oleh DPR dan pemerintah yang mengatur sendiri layanan siaran melalui internet.[*]