Portal Nawacita

Bersatu Kita Maju

gambar: kompas.id

Ekonomi Indonesia Diprediksi Tahan terhadap Gejolak AS-Iran

Oleh Erika kurnia

Portalnawacita – Meningkatnya ketegangan geopolitik antara Amerika Serikat dan Iran menggoyahkan ekonomi global. Namun, Indonesia diyakini dapat menahan gejolak yang berpengaruh terhadap ekonomi dalam negeri.

Meningkatnya ketegangan geopolitik antara Amerika Serikat dan Iran, setelah terbunuhnya Mayor Jenderal Qassem Soleimani sebagai orang terkuat kedua setelah pemimpin tertinggi Iran, menggoyahkan ekonomi global. Namun, Indonesia diyakini dapat menahan gejolak yang berpengaruh terhadap ekonomi dalam negeri.

Setelah penyerangan itu terjadi pada Jumat (3/1/2020) dini hari di Bandara Baghdad, Irak, harga minyak melonjak lebih dari 2 dollar AS per barel. The Guardian menyebutkan, harga minyak mentah Brent naik sekitar 3 persen sampai lebih dari 63 dollar AS per barel. Minyak mentah Amerika Serikat, WTI, juga naik 3,5 persen ke level 63,35 dollar AS per barel.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal, saat dihubungi Kompas, Minggu (5/1/2020), mengatakan, harga minyak dunia naik karena tekanan pada ketersediaan minyak mentah dunia. Hal itu khususnya di negara pengekspor minyak mentah di Timur Tengah.

”Harga minyak dunia berpotensi terus naik jika konflik lanjutan terjadi. Itu akan berdampak buruk bagi negara-negara importir minyak, seperti Indonesia,” katanya.

Faisal melanjutkan, ketidakpastian geopolitik tersebut dapat memengaruhi pasar keuangan domestik, termasuk nilai tukar rupiah. Hal itu bisa terjadi karena investor global akan beralih ke aset-aset investasi yang lebih aman.

The Guardian melaporkan, pada hari insiden terjadi, pasar saham di AS dengan Dow Jones Industrial Average berakhir turun 233 poin atau sekitar 0,8 persen. Demikian juga dengan Indeks FTSE 100, dari saham perusahaan terkemuka Inggris, turun 50 poin menjadi 7.553 setelah reli kuat selama sebulan terakhir. Kondisi itu terjadi karena investor memindahkan uang ke emas dan obligasi pemerintah.

Sementara itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada penutupan perdagangan di hari yang sama masih menguat 0,64 persen ke level 6.323,47.

Ekonom PT Bank Permata Tbk Josua Pardede, yang dihubungi terpisah, menilai, perekonomian Indonesia dinilai akan tahan guncangan di tengah tren perlambatan global serta meningkatnya risiko geopolitik antara AS dan Iran.

”Fundamental ekonomi Indonesia relatif baik, di mana prospek pertumbuhan ekonomi tetap solid,” ujarnya.

Faktor penguat

Prediksi perekonomian Indonesia yang stabil tersebut, menurut Josua, ditopang penerapan berbagai stimulus kebijakan fiskal dan hukum oleh pemerintah dalam rangka membatasi efek negatif dari perlambatan ekonomi global.

Memasuki tahun 2020, pemerintah memiliki tenggat untuk menyelesaikan naskah akademik dan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Lapangan Kerja. RUU itu akan dijadikan omnibus law atau payung hukum yang menyederhanakan dan menyelaraskan 74 UU (Kompas, 27/12/2020).

Menurut Josua, penyederhanaan aturan tentang perpajakan hingga usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) diharapkan mendorong peningkatan investasi. Selain itu, transformasi ekonomi melalui hilirisasi sumber daya alam diperkirakan akan berdampak positif bagi peningkatan dan perbaikan kualitas pertumbuhan ekonomi.

”Rangkaian kebijakan tersebut akan mampu meningkatkan efisiensi dan produktivitas ekonomi ke depan. Ini memungkinkan ekonomi Indonesia tumbuh lebih tinggi dengan stabilitas yang tetap terjaga,” ujarnya.[kompas.id]