Portal Nawacita

Bersatu Kita Maju

Pengunjung mengenakan masker untuk menghindari tertular Covid-19, saat mengunjungi Tembok Besar China, di Beijing, 18 April 2020. Setelah sempat menjalani masa karantina akibat penyebaran Covid-19, jutaan orang di China kembali turun ke jalan dan mengunjungi kawasan wisata yang kembali dibuka. Foto - AFP/Kompas.com

Belajar dari Beijing: Jalani Normal Baru, Bangkit dari Pandemi Corona

Portalnawacita – Beijing hari ini tak seperti tiga bulan lalu kala virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 membuat semua warga di Ibu Kota Republik Rakyat Tiongkok itu harus merasakan karantina.

Kini, 75 persen aktivitas masyarakat telah berjalan normal, roda kehidupan di berbagai sektor mulai kembali bergerak, masyarakat bisa menikmati tempat wisata, dan masa darurat mulai masuk dalam fase relaksasi.

Seluruh aktivitas memang tak seperti dulu, ada normal baru yang kini harus dijalani guna mengantisipasi adanya gelombang baru virus corona. Duta Besar Indonesia untuk Republik Rakyat Tiongkok merangkap Mongolia Djauhari Oratmangun bercerita bagaimana warga China menjalani normal baru, termasuk upaya untuk menekan kasus corona, hingga akhirnya bisa bangkit dari pandemi Covid-19.

Kini, semua orang yang berkegiatan di luar rumah harus menggunakan masker, membawa handsanitizer, hingga rajin mencuci tangan. Daya tampung pengunjung di restoran, transportasi, hingga pusat keramaian pun menjadi dibatasi.

Diberlakukan pula jaga jarak di tempat umum hingga lokasi wisata. Untuk bisa sampai ke kondisi hari ini, terang Djauhari, kunci kesuksesan China dalam mengatasi pandemi Covid-19 terletak pada sanksi sosial yang berat. Berbeda dengan sanksi pemerintah, sanksi sosial berasal dari lingkungan sekitar bagi orang-orang yang melanggar aturan.

“Di sini kalau keluar harus seizin RT RW setempat. Ada kejadian orang Indonesia yang merasa tidak diawasi secara ketat kemudian pergi saja tanpa izin. Begitu kembali tidak diterima. Mau ke hotel, hotel enggak terima, telepon ke KBRI, KBRI juga kan enggak bisa terima karena waktu itu ada peraturan tidak boleh terima tamu. Sudah, nangis saja dia,” tutur Djauhari dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu (20/5/2020).

Contoh lain, lanjutnya, saat tinggal di apartemen kalau ada yang melanggar aturan terkait Covid-19, akan dikucilkan oleh warga.

“Jadi memang sanksi sosialnya itu yang berat,” imbuh Djauhari. Sanksi sosial yang diterapkan oleh warga China, menurut Djauhari, sukses membuat masyarakat tetap patuh pada aturan.

Semangat nasionalisme warga China dalam memerangi virus corona perlu menjadi contoh baik yang ditiru. Semangat tersebut pada akhirnya mampu menumbuhkan rasa kebersamaan antara pemerintah dengan masyarakat. Bahwa virus corona harus diselesaikan bersama, pemerintah tak akan bisa mengatasinya sendiri.

“Medsos-medsos di sini enggak ada berita-berita yang negatif. Malah di medsos itu beredar lagu-lagu [penyemangat] kalau di kita lagu-lagu perjuangan seperti Maju Tak Gentar, Tanah Airku Indonesia itu diputar di sini. Lalu terkenal kan ada Jia You Wuhan dan lain-lain, itu kan membangkitkan rasa semangat,” ujar Djauhari.

Setiap negara, lanjutnya, memang memiliki kebijakan yang berbeda sehingga tidak perlu dibanding-bandingkan. Namun, kisah-kisah sukses perlu dipertimbangkan.

“Cerita-cerita sukses negara yang berhasil keluar dari covid adalah kombinasi peraturan yang telah dibuat oleh pemerintah dan kemudian secara bersama-sama menjadi satu masyarakat disiplin dalam menjalankannya,” ujar Djauhari.

Bangkitnya sektor digital ekonomi

Meski ekonomi di China terpuruk akibat pandemi Covid-19, Djauhari mengatakan sektor digital ekonominya justru melonjak sebagai dampak dari kebijakan Work From Home.

Kondisi ini bisa menjadi salah satu peluang kerja sama antara Indonesia-China. Peluang peningkatan hubungan di bidang perdagangan juga cukup menjanjikan di sektor industri kesehatan, healhty food dan herbal Indonesia. Bahkan, saat ini Indonesia menguasai pasar China terkait sarang burung walet sekitar 70 persen.

“Sarang burung walet di sini harganya mahal sekali karena kepercayaan di sini menyangkut kolagen bagus untuk kulit, kesehatan ibu-ibu,” kata Djauhari.

Lalu, buah-buahan tropis seperti nanas juga diminati, apalagi nanas Indonesia termasuk nanas yang enak.

“Buah naga, alpukat, minyak kelapa sawit, kopi dan kakao dan produk kelautan ekspor ikan dan udang meningkat luar biasa,” pungkas Djauhari dalam Program Instagram Live yang diadakan Universitas Budi Luhur.

Universitas Budi Luhur juga turut mengambil bagian untuk meringankan beban ekonomi masyarakat yang terdampak oleh pandemi Covid-19 dengan memberikan potongan biaya pendidikan sebesar 50 persen bagi calon mahasiswa yang ingin melanjutkan kuliah di UBL.[*]

Kompas.com