Portal Nawacita

Bersatu Kita Maju

Diskusi Publik Imaparsial terkait Pembentuan Markas odam untuk 28 Provinsi di Indonesia

Diskusi Publik Imaparsial terkait Pembentuan Markas odam untuk 28 Provinsi di Indonesia

YLBHI Sebut Penambahan Kodam di Papua akan Perkeruh Suasana, Jubir Menhan: LSM Tak Perlu Khawatir

portalnawacita.com – Gelaran diskusi publik baru saja dilakukan oleh Imparsial membahas perihal rencana pembenukan markas Kodam untuk 38 provinsi di Indonesia, termasuk diantaranya di Daerah Otonomi Baru (DOB) Papua. Hadir dalam diskusi tersebut, Ketua YLBHI Muhammad Isnur menyampaian bahwa kebijakan penguatan postur militer matra darat tersebut bermula dari usulan yang disampaikan oleh Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Dudung Abdurrachman dan telah disetujui oleh Panglima TNI, Laksamana Yudo Margono. Dalam penilaiannya, Isnur menyatakan bahwa berdasarkan riset yang dilakukan oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menemukan fakta bahwa terdapat kesamaan data antara penempatan pasukan dan pos-pos baru dengan wilayah pertambangan serta bisnis. Hal ini kemudian menimbulkan pertanyaan besar, apakah penempatan pasukan merupakan bagian dari konflik agraria, konflik tambang, dan berbagai konflik lain yang terus membara di Papua.

Pertanyaan besar berikutnya, bahwa yang kemudian muncul adalah apakah konflik-konflik yang berkepanjangan tersebut tidak sanggup untuk diselesaikan atau memang tidak mau diselesaikan. Karena berkorelasi dengan berbagai kasus-kasus besar yang menimpa masyarakat sipil, dimana aparat keamanan merupakan aktor kunci yang berada di belakangnya. Selain itu, banyak aparat di lapangan yang melakukan “insubordinasi” dengan tugas-tugas di luar wilayah tugasnya yang telah ditentukan. Kondisi penempatan aparat militer di Papua sejauh ini telah banyak menimbulkan kerusakan dan ketegangan konflik.

Sementara itu, Direktur Imparsial Gufron Mabruri menyatakan bahwa adanya penolakan rencana pembentukan Kodam bukan tanpa alasan, melainkan didasari oleh berbagai aspek, baik sejarah, politik, maupun pertahanan. Dalam hal ini, menunjukkan adanya persoalan terkait dinamika hubungan antara sipil dan militer sejak tahun 1998. Sipil merasa inferior ketika berhadapan dengan militer, atau karena ada kepentingan politik pragmatis para politisi sipil sehingga kehendak militer diakomodasi dalam kebijakan oleh pemerintah. Rencana pembentukan Kodam juga disebut bertentangan dengan agenda reformasi TNI 1998 yang mengharuskan dilakukannya restrukturisaasi komando teritorial. Sebab Komando teritorial dinilai lebih memiliki muatan politik dari pada kebutuhan untuk penguatan pertahanan negara dan sarat dengan kepentingan ekonomi-bisnis.

Dalam konteks Papua, terdapat paradigma aspek keamanan yang belum berubah, dimana penanganan keamanan lebih menekankan pendekatan kekuatan. Realitasnya, bukan keamanan yang dirasakan melainkan ketidakamanan yang berlarut. Peningkatan postur TNI di Papua dengan pembentukan satuan tempur baru, justru akan menambah persoalan ketidakamanan masyarakat Papua.

Kajian dalam Rencana Penambahan Kodam dalam Konteks DOB Papua

Perlu menjadi dasar pengetahuan bersama bahwa rencana penambahan Kodam di 38 Provinsi di Indonesia, utamanya di wilayah DOB Papua yang menjadi konteks masalah telah mengalami sejumlah kajian dan pematangan oleh pemerintah. Sebelumnya, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto pernah menyampaikan bahwa sistem pertahanan Indonesia menitikberatkan pertahanan bersama dan rakyat semesta. Sehingga harus ada kerja sama dengan pemerintah daerah dan masyarakat sipil.

Peneliti Pusat Riset Politik Badang Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Diandra Megaputri Mengko menyarankan Kementerian Pertahanan dan TNI AD memperjelas urgensi penambahan Kodam yang diwacanakan di setiap provinsi di Indonesia. Jumlah Kodam maupun Komando Teritorial (koter) dan/atau gelar pasukan bukanlah sesuatu yang statis, artinya bisa bertambah atau berkurang. Kendati demikian, perubahan jumlah tersebut harus sesuai dengan reformasi sektor keamanan dan penyelenggaraan pertahanan yang harus memenuhi tiga hal penting, yakni efektivitas, efisiensi, dan akuntabilitas.

Dirinya menilai Menteri Pertahanan harus menjelaskan ke publik bahwa wacana penambahan Kodam sejalan dengan sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (sishankamrata) serta mendorong kerja sama dengan pemerintah derah serta masyarakat. Wacana tersebut bisa menjadi baik apabila ditempatkan bukan sebagai penambahan tetapi upaya restrukturasi komando teritorial. Bahwa diperlukan proses evaluasi pemerintah dengan indikator yang terperinci dan tegas. Diyakini bahwa terdapat beberapa daerah yang tidak perlu kehadiran Kodam karena tidak mempunyai kerawanan keamanan, Namun, di waktu bersamaan, pulau terpencil yang masuk dalam indikator penambahan komando teritorial berdasar UU TNI relatif kerap diabaikan.

Sementara itu, Guru Besar Politik dan Keamanan Universitas Padjajaran, Prof. Muradi turut memberikan penilaian bahwa penambahan Kodam bisa saja dilakukan di wilayah yang memiliki karakteristik ancaman tinggi seperti Papua, atau di perbatasan negara seperti NTT dengan Timor Leste. Untuk kasus di Papua, sangat diperlukan penambahan Kodam karena terdapat ancaman kelompok separatis. Hal tersebut untuk mendukung pola penanganan serta implementasi pemekaran wilayah. Jika pun pada akhirnya pemerintah melalui Kementerian Pertahanan tetap berencana membentuk Kodam di seluruh provinsi maka dibutuhkan kajian yang serius.  

Merespon sejumlah pertanyaan yang tertuju pada Kementerian Pertahanan berkaitan dengan rencana penambahan Kodam, utamanya di DOB Papua. Juru bicara Menteri Pertahanan, Dahni Anzar Simanjuntak menyatakan bahwa TNI perlu memperkuat teritorial atau wilayah di tengah kondisi geopolitik yang tidak menentu. Di samping, kata dia, TNI juga perlu memperkuat Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista). Kita tidak bisa lengah dan abai agar tidak terjadi sesuatu yang tidak kita inginkan. Salah satu cara untuk memperkuat teritorial negara yaitu dengan menambah jumlah Kodam agar terdapat di seluruh provinsi. Pihak LSM juga tidak perlu trauma bahwa pembentukan Kodam akan mengembalikan posisi TNI seperti pada era orde baru. Menurutnya, kondisi demokrasi di Tanah Air telah berubah pasca reformasi.

Dukungan Pemuda Adat Papua Terkait Penambahan Kodam

Tak hanya pihak yang mempertanyakan, namun di sisi lain rencana penambahan Kodam khususnya di Papua telah mendapat dukungan dari Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Pemuda Adat Papua. Sebagaimana saat menemui Menko Polhukam, Mahfud MD, pihaknya menyatakan dukungan terhadap kebijakan DOB Papua. Nantinya, jika seluruh aspek pemekaran terealiasi masyarakat jangan khawatir jika ada ada pembentukan Kodam baru berikut kehadiran banyak prajurit dan fasilitas pendukungnya. Harus dipahami bahwa pembentukan Kodam di DOB Papua didasarkan pada sejumlah alasan, seperti adanya ancaman dan teror dari kelompok separatis. Pembentukan kodam di suatu provinsi tetap harus melalui kajian yang lebih serius. Hal tersebut karena konteks ancaman yang ada juga berbeda-beda. Di sinilah dibutuhkan pendekatan persuasif agar publik memahami tujuan utama dari adanya kebijakan pemekaran.

__

Agus Kosek

(Pemerhati Masalah Papua)