Portal Nawacita

Bersatu Kita Maju

UU Kesehatan Upaya Langkah Maju Membangun Sistem Kesehatan untuk Negeri

UU Kesehatan bukan hanya mengedepankan angka, melainkan mendorong pula kolaborasi semua pihak dalam menyusun langkah-langkah konkret berikutnya.

Mulai dibahas secara resmi pada Maret 2023, Rapat Paripurna DPR RI Masa Persidangan V Tahun Sidang 2022-2023, pada Selasa (11/7/2023), akhirnya memutuskan mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan menjadi undang-undang. Pengesahan itu merupakan salah satu langkah dari transformasi kesehatan.

Langkah transformasi kesehatan dibutuhkan untuk membangun arsitektur kesehatan Indonesia yang tangguh, mandiri, dan inklusif. Pembahasan RUU Kesehatan dilakukan melalui mekanisme Omnibus Law. Ada 11 undang-undang terkait sektor kesehatan yang telah cukup lama berlaku, sehingga perlu disesuaikan dengan dinamika perubahan zaman.

Undang-undang terkait sektor kesehatan, antara lain, UU Praktik Kedokteran, UU Keperawatan, dan UU Tenaga Kesehatan. Pemerintah sependapat dengan DPR terkait ruang lingkup dan pokok-pokok hasil pembahasan yang telah mengerucut, sebagai upaya peningkatan kesehatan Indonesia ke dalam 20 bab dan 458 pasal di RUU Kesehatan.

Sebelumnya, pemerintah telah melaksanakan setidaknya 115 kali kegiatan dalam rangka meaningful participation, baik dalam bentuk forum diskusi maupun seminar yang dihadiri 1.200 pemangku kepentingan dan 72 ribu peserta. Pemerintah sudah menerima setidaknya 6.011 masukan secara lisan dan tulisan, maupun melalui portal “partisipasisehat”.

Bagi, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin, alasan di balik Omnibus Law UU Kesehatan ini adalah memperjuangkan lompatan drastis dalam upaya meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan di Indonesia. “Kita mau melakukan lompatan drastis. Adanya pandemi Covid-19 kemarin membuat seluruh dunia menyadari harus ada perubahan yang signifikan di sistem kesehatan nasional masing-masing negara,” katanya, pada Dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) bertajuk “UU Kesehatan Transformasi Strategis bagi Indonesia”, Senin (17/7/2023).

Dalam upaya meningkatkan sistem kesehatan ini, Menkes melanjutkan, pemerintah melalui UU Kesehatan menetapkan dua prioritas utama, yaitu meningkatkan akses dan kualitas layanan, serta menata regulasi dan mengembalikan fungsi regulator ke pemerintah.

Sementara itu, salah satu fokus utama dalam transformasi sistem kesehatan adalah pergeseran dari pendekatan kuratif menjadi preventif. Sehingga, fokus dari pemerintah ke depan harus ditujukan pada hasil yang diinginkan, bukan hanya pada alokasi anggaran.

Satu hal, UU Kesehatan juga mengatur rencana jangka panjang untuk memperbaiki sistem kesehatan. Rencana ini mencakup langkah-langkah konkret dalam setiap kurun waktu tertentu untuk menghasilkan program dan output yang nyata.

Meningkatkan Kualitas Dokter

Di samping itu, UU Kesehatan juga mencantumkan rencana untuk peningkatan jumlah tenaga kesehatan yang memadai dan merata di seluruh wilayah Indonesia. Menurutnya, langkah ini akan mempermudah akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan berkualitas.

Salah satu tantangan utama pemenuhan tenaga kesehatan di Indonesia adalah pendidikan dokter yang sulit dan mahal. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan upaya keberlanjutan dalam mendukung pendidikan dokter yang berkualitas.

Maka dari itu, Kemenkes mendorong dokter-dokter untuk melanjutkan pendidikan mereka di luar negeri. Saat ini, pihak Kemenkes juga tengah berupaya meyakinkan rumah sakit di luar negeri untuk menerima dokter-dokter Indonesia dan membantu mereka dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.

Selain itu, pendidikan berbasis kolegium diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan kedokteran spesialis di Indonesia. Pendekatan itu bertujuan untuk memastikan bahwa setiap dokter yang lulus memiliki kompetensi yang tinggi dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Lebih jauh lagi, Menkes Budi juga berambisi untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat pengetahuan kedokteran. Salah satu upaya yang diusulkan adalah dengan mengundang dokter-dokter dari seluruh dunia untuk berkumpul di Bali.

Harus diakui bahwa jumlah tenaga kesehatan di Indonesia masih kurang. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), rasio ideal antara dokter dan masyarakat adalah 1:1.000 orang. Artinya satu dokter untuk melayani 1.000 penduduk di satu wilayah. Sedangkan, rasio dokter di Indonesia masih 0,6 dibanding 1.000 penduduk.

Merujuk data Kementerian Kesehatan, terdapat 1,26 juta tenaga kesehatan di Indonesia per 4 Januari 2023. Dari jumlah itu, perawat menjadi tenaga kesehatan yang paling banyak, yakni 524.508 orang.

Sebanyak 309.838 tenaga kesehatan merupakan bidan. Kemudian, ada 151.095 tenaga kesehatan yang berprofesi sebagai dokter. Ada pula 93.652 tenaga kesehatan yang merupakan tenaga farmasi. Tenaga kesehatan yang merupakan ahli teknologi laboratorium medis dan tenaga kesehatan masyarakat masing-masing sebanyak 49.011 orang dan 47.898 orang

Selain upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan pengetahuan kedokteran, pemerintah juga menekankan pentingnya menjaga etika profesi dokter. Untuk itu, rencananya akan didirikan sebuah majelis yang akan menjadi bagian dari Indonesia Medical Council atau Konsil Kedokteran Indonesia (KKI).

Majelis ini akan dibentuk sebagai sebuah lembaga yang bertujuan menjaga integritas dan profesionalisme dokter di Indonesia. Selain itu, majelis juga akan bertanggung jawab menjaga dan mengawasi kode etik dokter, serta menjadi forum pengadilan etika tingkat pertama ketika ada kasus-kasus kedokteran yang perlu diselesaikan.

Pada forum yang sama, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Emanuel Melkiades Laka Lena, memaparkan bahwa UU Kesehatan didasarkan pada pola regulasi omnibus law yang memperhatikan berbagai literatur dan masukan dari pihak terkait. Melalui UU ini, 11 UU yang relevan digabungkan dan disesuaikan dengan kebutuhan saat ini.

“UU ini juga mengatur tentang tanggung jawab daerah dan partisipasi masyarakat dalam penyediaan fasilitas kesehatan. Konsep gotong royong yang muncul selama pandemi Covid-19 juga diintegrasikan dalam UU ini,” ujar dia.

Menurutnya, UU Kesehatan ini bukan hanya mengedepankan angka, melainkan juga mendorong kolaborasi dari semua pihak dalam mengusulkan langkah-langkah konkret berikutnya. Dalam kerja besar ini, DPR RI berkomitmen untuk membantu pemerintah dalam menyusun turunan UU yang dapat dipahami oleh masyarakat.