Portal Nawacita

Bersatu Kita Maju

Aktivis Papua Natalius Pigai

Aktivis Papua Natalius Pigai

Sembarangan! Natalius Pigai Sebut Pembakaran Pasar di Deiyai Papua Sebagai Kejahatan Pemusnahan Bangsa

portalnawacita.com – Sebuah kejadian kebakaran terjadi di Pasar Wagete, Distrik Tigi, Kabupaten Deiyai Papua menyebabkan puluhan kios ludes. Kejadian tersebut disebut sengaja dilakukan oleh sekelompok warga sekitar pukul 11:00 waktu setempat. Melalui pernyataan Kabid Humas Polda Papua Kombes Ahmad Musthofa Kamal menjelaskan bahwa peristiwa bermula ketika seorang warga sedang membeli pakaian di salah satu kios pasar. Saat mencoba kemudian badannya merasa gatal dan berujung pada keributan antara pembeli dan penjual. Seketika datang sekelompok warga yang melakukan pembakaran pada kios pakaian tersebut dan merembet ke kios-kios lainnya, di mana kios tersebut terbuat dari kayu, papan yang mudah terbakar. Setidaknya terdapat 50 kios di pasar tersebut yang hangus terbakar, termasuk 9 unit motor yang juga menjadi dampak.

Diduga peristiwa pembakaran kios di pasar tersebut merupakan hal yang sudah direncanakan dengan modus seorang mama mengaku pingsan saat memakai baju yang baru dibeli di salah satu kios, namun ketika keributan dan kerusuhan mulai terjadi dirinya kemudian melarikan diri dimana sejumlah saksi melihatnya dalam kondisi sehat.

Pihak aparat keamanan beserta dengan sejumlah tokoh telah berupaya untuk mengatasi kejadian tersebut serta mengantisipasi agar jangan sampai terulang lagi. Bupati Deiyai, Ateng Edowai juga telah menyampakan imbauan agar masyarakat bersikap tenang dalam menghadapi situasi tersebut untuk kemudian diselesaikan dengan hati dingin.  

Namun di sisi lain, tepat sehari setelah kejadian terdapat pernyataan yang tergolong provokatif datang dari aktivis HAM, Nataligus Pigai yang merespon bahwa adanya aksi pembakaran tersebut adalah dampak dari akar persoalan yang harusnya diusut oleh kepolisian. Aksi dugaan menyemprotkan racun pada pakaian atau makanan merupakan kejahatan pemusnahan sebuah bangsa dalam HAM di masa pemerintahan Presiden Jokowi. Secara singkat dirinya menyebut sebagai kejahatan pemusnahan bangsa atau genocida. Pernyataan seseorang yang mengaku aktivis seperti Natalius Pigai jelas berada di waktu dan narasi yang tidak tepat. Tuduhan adanya genocida bukan sebuah upaya memadamkan situasi, namun justru membakar kondisi yang hingga kini masih dinyatakan siaga oleh aparat keamanan.  

Mewaspadai Provokasi Berulang Seorang Natalius Pigai

Jika dilihat secara track record, bukan kali pertama ini Natalius Pigai memprovokasi publik memanfaatkan media sosial khususnya perihal isu Papua. Sejumlah kasus pernah menimpa dirinya berkaitan dengan pernyataan provokatifnya di publik. Bulan Oktober 2021, Ia pernah menulis di media sosial twitter ‘jangan percaya orang Jawa Tengah Jokowi dan Ganjar’, Natalius menyebut kedua orang tersebut telah merampok kekayaan Papua hingga menginjak harga diri Papua dengan kata bernada rasis. Buntut dari tulisan tersebut dirinya kemudian dilaporkan oleh Barisan Relawan Nusantara (BaraNusa) dengan tuduhan ujaran rasisme dan kebencian.

Seorang Natalius Pigai juga pernah berkomentar terkait pemekaran wilayah Papua. Dirinya menyatakan tidak setuju dengan kebijakan tersebut. Jika tetap dilaksanakan maka masyarakat Papua akan membeli senjatan dan bom untuk melakukan perlawanan. Sebuah ancaman hiperbolis yang hingga kini tidak terbukti kebenarannya. Pernyataan dirinya tersebut lantas mendapat respon dari Ketua Relawan Jokowi Mania, Emmanuel Ebnezer disebut memicu konflik horizontal yang dapat mengancam keamanan negara.

Pada bulan Agustus 2022 lalu, Natailus Pigai juga ikut berkomentar saat terjadi penembakan terhadap empat orang warga Kabupaten Nduga di Mimika yang melibatkan oknum anggota TNI. Dengan lantang, ia mengancam presiden Jokowi untuk angkat bicara dalam kasus tersebut sebagaimana kasus dalam pembunuhan Brigadir Joshua. Menurutnya, pembunuhan yang melibatkan lebih dari lima orang tidak mungkin tanpa komando. Menjadi hal yang disesalkan seorang Natalius Pigai justru membuat suatu pernyataan ancaman yang cenderung provokatif. Sebagai seorang tokoh atau aktivis, dirinya harusnya paham melihat kondisi, situasi serta kecenderungan masyarakat Papua dalam merespon suatu kejadian. Seperti yang kita ketahui bahwa kejadian kericuhan yang terjadi di Papua tahun 2019 lalu, salah satunya dipicu oleh provokasi dari sebuah ucapan verbal yang viral melalui sebaran media sosial.

Mewaspadai Provokasi Isu Masyarakat Pendatang dan Orang Asli Papua

Kurang dari 24 jam, potensi peristiwa kerusuhan tak hanya melanda pasar Wagete, Distrik Tigi, Kabupaten Deiyai. Sebuah kejadian provokatf juga terjadi di Jl. Pasar Enarotali Distrik Paniai Timur yang melibatkan orang asli Papua (OAP) terhadap pedagang daging bagi yang merupakan warga pendatang. Kejadian tersebut bermula ketika terdapat isu bahwa daging bagi yang dijual telah disemprot racun oleh masyarakat pendatang sehingga berujung adanya kerumunan protes dari OAP.

Secara kronologi kejadian dapat diurai dari adanya OAP bernama Daniel Yatipai yang membeli daging babi kepada pedagang dari masyarakat pendatang bernama Elsa Dango. Kemudian, sekitar 10 OAP kembali ke pedagang untuk melakukan komplain yang mengarah provokasi bahwa daging babi yang dibeli oleh Daniel telah dicampur racun dan menyebabkan sakit perut. Namun setelah dilaksanakan pemeriksaan di RSUD Madi Paniai terhadap Daniel dan daging babi tersebut ternyata dirinya mengalami tekanan darah tinggi dan kolesterol. Sama sekali tidak terdapat indikasi adanya keracunan, hasil pemeriksaan potongan daging babi tersebut juga menyatakan tidak mengandung racun. Kondisi tersebut, jika tak segera mendapat penanganan secara sigap, dikhawatirkan bakal berakhir menimbulkan kerusuhan dan pembakaran kios seperti insiden di Deiyai. Semua pihak tak menginginkan hal tersebut.

Imbauan Kepada masyarakat Papua agar Bijak dalam Menerima Informasi

Narasi yang tergolong provokatif seperti Natalius Pigai diyakini masih terdapat dalam unggahan di media sosial. Sudah seharusnya sebagai masyarakat harus mampu bersikap bijak dan kritis dalam menanggapi rentetan informasi yang beredar sangat cepat namun kadang lambat dalam verifikasi kebenarannya.

Secara jejak digital, Natalius Pigai memang kerap mengkritik pemerintahan Presiden Jokowi. Dirinya pernah melontarkan pendapat bahwa kunjungan Presiden Jokowi ke Papua tidak ada manfaatnya bagi masyarakat di wilayah tersebut. Selain itu, Natalius juga pernah mengomentari kebijakan penenggelaman kapal oleh Susi Pudjiastuti. Terlepas dari kontroversi-kontroversi tersebut, hal penting yang perlu diperhatikan adalah motif dibalik setiap kritikan Natalius. Sebagai seorang aktivis kemanusiaan, tentu motif yang diharapkan juga berasal dari kerisauan dirinya atas ketidakadilan yang dialami masyarakat. Bukan sebuah kepentingan yang mengatasnamakan keresahan masyarakat. Termasuk dalam hal ini adalah respon perihal kejadian kerusuhan pembakaran pasar yang disebut sebagai genocida.

Sebuah hal kebablasan bagi seseorang yang mengaku aktivis HAM dengan pernyataan tersebut. Sebagai bagian dari OAP, ia harusnya mampu bersikap konstruktif termasuk dalam memilih dan memilah narasi untuk menanggapi sebuah situasi. Sekali lagi, penyebutan isu genocida adalah kebodohan seorang Natalius Piagai dalam merespon sebuah kejadian kerusuhan. Bak menyiram minyak untuk memadamkan kobaran api.

__

Agus Kosek

(Pemerhati Masalah Papua)