Portal Nawacita

Bersatu Kita Maju

Presiden Joko Widodo Menegaskan Tidak Mencalonkan Lagi Pada Pilpres 2024

Wacana jabatan presiden 3 periode kembali mencuat. Komunitas Jokowi Prabowo (Jokpro) 2024 mengggelar acara syukuran Sekretariat Nasional Komunitas Jokpro 2024 Sabtu (19/6/2021). Ketua Umum Komunitas Jokowi Prabowo 2024, Baron Danardono, berharap, deklarasi bisa dilakukan paling lama lima bulan lagi.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Jokpro 2024, Timothy Ivan Triyono, mengungkapkan alasan dirinya menerima gagasan memasangkan Jokowi-Prabowo pada Pilpres 2024. Menurutnya, pemerintahan Presiden Jokowi saat ini perlu dilanjutkan hingga tiga periode.

Terkait hal itu, pihak Istana Kepresidenan RI melalui Stafsus Bidang Komunikasi, Fadjroel Rachman pada Sabtu (19/6/2021) mengatakan saat ini Presiden Jokowi tetap berpegang teguh kepada Konstitusi.

Fadjroel mengatakan Presiden Jokowi kembali menegaskan sikapnya tegak lurus terhadap amanat Reformasi 1998 dan Konstitusional UUD 1945, terkait dengan masa jabatan Presiden Indonesia. Presiden dengan tegas menolak masa jabatan tiga periode.

“Mengingatkan kembali, Presiden Joko Widodo tegak lurus Konstitusi UUD 1945 dan setia terhadap Reformasi 1998. Sesuai Pasal 7 UUD 1945 amandemen ke-1,” kata Fadjroel.

Fadjroel mengatakan munculnya isu Presiden tiga periode tersebut hanya ingin mencari muka dan menjerumuskan.

“Penegasan Presiden Jokowi menolak wacana presiden 3 periode, yang pertama pada (12/2/2019). Ada yang ngomong presiden dipilih 3 periode itu, ada 3 (motif) menurut saya. Satu, ingin menampar muka saya, yang kedua ingin cari muka, padahal saya sudah punya muka, yang ketiga ingin menjerumuskan. Itu saja,” ujar Fadjroel mengutip pernyataan Jokowi ketika itu.

Fadjroel menegaskan bahwa Presiden Jokowi memastikan tidak ada niat ataupun minat terkait Presiden tiga periode. Sebab itu, Presiden berharap seluruh pihak tak perlu menggoreng-goreng isu tersebut. Pasalnya, Pemerintah Indonesia dewasa ini tengah fokus dan berupaya keras untuk menangani Pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional.

“Yang kedua, pada (15/3/2021) Saya tidak ada niat, tidak ada juga berminat menjadi presiden 3 periode. Konstitusi mengamanahkan 2 periode, itu yang harus kita jaga bersama. Janganlah membuat gaduh baru, kita sekarang fokus pada penanganan pandemi,” kata Fadjroel.

Sementara itu Ketua DPP PDI Perjuangan, Ahmad Basarah menegaskan, partainya menolak gagasan untuk memperpanjang masa jabatan presiden hingga tiga periode.
“Gagasan tentang masa jabatan presiden ditambah menjadi tiga periode ini jelas jauh dari pandangan dan sikap politik PDIP,” ujar Ahmad saat peluncuran hasil survei SMRC dengan tajuk ‘Sikap Publik Nasional terhadap Amandemen Presidensialisme dan DPD’, Minggu (20/6/2021).

Lagipula, kata Ahmad, isu jabatan presiden tiga periode itu sudah ditolak berkali-kali oleh Presiden Jokowi. Meskipun, Jokowi sempat mengatakan bila ada perubahan amandemen, maka ia tak memiliki opsi lain selain menjalankan konstitusi tersebut.

“Bolak-balik kan beliau sudah mengatakan tidak pernah berpikir bisa menjadi presiden tiga periode,” kata Ahmad.

Menurut Ahmad, orang-orang yang sengaja memunculkan wacana tiga periode sengaja ingin cari muka Jokowi. Ahmad mengaku heran subyeknya saja sudah tidak mau, untuk apa dipaksakan.

“Kalau subyeknya saja sudah tidak mau, saya kira sangat tidak elok konstitusi kita dipermainkan hanya kepentingan orang per orang saja,” katanya.

Hasil Survei menolak Jokowi kembali ikut Pilpres 2024

Survei nasional dari Akar Rumput Strategic Consulting (ARSC) menyebutkan mayoritas masyarakat meminta Presiden Jokowi tidak maju kembali dalam kontestasi pemilihan presiden dan wakil presiden pada 2024 mendatang.

Dalam survei itu, responden ditanya perlu atau tidaknya amandemen UUD 1945 penambahan periode masa jabatan presiden agar Jokowi bisa kembali maju di Pilpres 2024.

“Mayoritas responden menjawab tidak setuju yaitu sebesar 69,50%, yang setuju 28,68%, tidak tahu 1,4% dan tidak jawab 0,3%,” kata Peneliti Akar Rumput Strategic Consulting (ARSC), Bagis Balghi dalam diskusi daring, Sabtu (22/5/2021).

Dalam survei itu, responden juga ditanyakan jika tidak ada amandemen UUD 1945 apakah sebaiknya Jokowi maju sebagai calon presiden.

Menurut Bagis, mayoritas responden juga masih menjawab agar presiden Jokowi tak melaju kembali dalam kontestasi pemilihan presiden 2024.

“Responden mayoritas menjawab tidak setuju yakni sebesar 71,60%, yang setuju dengan pernyataan tersebut 25,40%,” jelasnya.

Atas dasar itu, Bagis menyimpulkan mayoritas masyarakat Indonesia tak setuju jika Presiden Jokowi kembali mencalonkan diri pada Pilpres 2024 mendatang.

“Catatan dalam faktor Jokowi ini adalah publik tidak mendukung wacana amandemen perubahan masa jabatan presiden dalam bayangan publik Presiden Jokowi juga tidak lagi menjadi kontestan pemilu 2024 baik sebagai calon presiden untuk 3 periode maupun sebagai calon wakil presiden Jokowi,” katanya.

Survei ARSC menggunakan metode multistage random sampling dengan jumlah responden 1.200 orang. Dalam survei ini juga memperhatikan jumlah proporsionalitas antara jumlah sampel dengan jumlah pemilih di setiap provinsi.

Adapun margin of error dalam survei ini kurang lebih 2,9% dengan tingkat kepercayaan hingga 95%. Sebaliknya, proses pengumpulan data dilaksanakan sejak 26 April hingga 8 Mei 2021 melalui telepon untuk responden usia minimum adalah 17 tahun atau sudah memenuhi syarat pemilih.

Sementara itu hasil survei yang dilakukan oleh Saiful Mujani Research Center (SMRC) SMRC periode 21 Mei – 28 Mei 2021 mengenai persepsi publik terkait periode jabatan presiden tiga kali menunjukkan mayoritas publik ingin masa jabatan presiden yang ada di dalam UUD 1945 yakni 2 periode, tetap dipertahankan dan tidak perlu diubah.

SMRC juga melakukan survei terkait respons setuju atau tidak jika Jokowi mencalonkan diri jadi presiden lagi. Hasilnya adalah mayoritas tidak setuju atau menolak.

“Ternyata yang mengatakan tidak setuju Pak Jokowi maju untuk ketiga kalinya hanya 52,9%. Yang menyatakan setuju 40,2%.

Selain itu, sekitar 74% warga menghendaki agar ketetapan tentang masa jabatan presiden hanya dua kali harus dipertahankan. Yang ingin masa jabatan Presiden diubah hanya 13%, dan yang tidak punya sikap 13%.

Survei dilakukan melalui wawancara tatap muka dan melibatkan 1.072 responden. Sementara, margin of error penelitian mencapai 3,05%. (**)