Portal Nawacita

Bersatu Kita Maju

Pemerintah Indonesia Menolak Campur Tangan Asing Terkait Masalah Papua

Pemerintah Indonesia menolak secara tegas campur tangan pihak asing dalam permasalahan Papua. Pernyataan tersebut disampaikan oleh delegasi Indonesia dalam pertemuan Post-Forum Dialogue (PFD) ke-28, Pacific Islands Forum (PIF) di Pohnpei, Federasi Mokronesia pada 8-11 September lima tahun yang lalu.

Para pemimpin dari anggota PIF menyepakati bahwa masalah Papua merupakan isu sensitif. Karena itu, penyelesaian berbagai masalah di Papua harus dilakukan dengan menjalin hubungan konstruktif dan terbuka dengan Indonesia.

Penolakan itu karena Indonesia menganggap bahwa pihak luar tidak berhak mencampuri urusan dalam negeri Indonesia. Pemerintah Indonesia menilai bahwa adanya submisi tuduhan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Papua oleh beberapa individu dan LSM asing didasari dengan itikad tidak baik dan terdapat motivasi politik.

Selain itu, Indonesia juga menilai bahwa tuduhan yang dilontarkan kepada Indonesia adalah tidak berdasar dan bersifat manipulatif. Karena itu, desakan-desakan yang muncul dari organisasi tersebut tidak akan diakomodasi oleh Pemerintah Republik Indonesia (RI).

Dalam forum tersebut, delegasi Indonesia juga menyampaikan bahwa Indonesia memiliki mekanisme nasional yang kredibel terkait pemajuan dan perlindungan HAM. Apalagi, Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, perlindungan terhadap HAM tentunya akan dijaga oleh Pemerintah RI. Terlebih lagi, HAM merupakan amanah konstitusi bagi Indonesia.

PIF adalah forum kerjasama regional di kawasan Pasifik. Pembentukan forum ini bertujuan untuk memperkuat kerjasama dan integrasi. Misi tersebut akan diwujudkan dengan menyatukan sumber daya dan kebijakan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi, pembangunan berkelanjutan, serta tata pemerintah yang baik dan keamanan.

Disisi lain, pernyataan Gubernur Lukas Enembe disayangkan beberapa warga Papua, ia mengatakan perlunya melibatkan pihak asing dalam menyelesaikan permasalahan yang ada di bumi cenderawasih, tujuannya adalah agar provinsi paling timur Indonesia tersebut kembali kondusif. Hal tersebut tentu akan memunculkan pertanyaan, benarkan Gubernur Lukas Enembe menginginkan agar orang – orang asing diundang untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Tentunya kita harus memahami bahwa salah satu prinsip dalam hubungan internasional adalah dilarang mencampuri atau mengintervensi urusan negara lain. Sehingga apabila Indonesia mengundang negara lain untuk ikut menyelesaikan masalah di Papua, artinya kita telah memberikan celah intervensi dari pihak luar untuk Indonesia, lantas bagaimana jika negara tersebut memaksakan kehendaknya.

Menurut Mahasiswa asal Papua Edward Krey, Rakyat Papua perlu menyadari bahwa tugas utama mereka adalah membangun Papua dan Papua Barat. Edward pun secara sadar meyakini bahwa kedua provinsi paling timur Indonesia tersebut sama sekali bukan “anak tiri” bagi NKRI. Dirinya meyakini bahwa semua 34 provinsi di Tanah Air adalah anak emas alias kesayangan pemerintah yang ada di Ibu Kota NKRI. Sehingga tidak benar jika ada anggapan bahwa Papua adalah anak tiri dari NKRI.

Pemerintah era Jokowi dalam 5 tahun pemerintahannya, tanah Papua telah banyak mengalami beragam perubahan dengan adanya berbagai proyek dan program untuk memperbaiki dan meningkatkan derajat hidup masyarakat Papua khususnya di sektor ekonomi dan pembangunan. Kita telah mengetahui pemerintahan periode Jokowi – Jusuf Kalla, harga BBM menjadi 1 harga dari sabang sampai merauke, setidaknya hal tersebut telah mengurangi permasalahan yang ada di sana.

Hal tersebut tentu menjadi tanda optimisme bahwa Indonesia mampu menyelesaikan permasalahan Papua sebagai negara yang berdaulat. Intervensi dari negara asing tentu akan semakin memperkeruh suasana yang ada di Papua. Dalam upaya menangani permasalahan baik di Papua maupun Papua Barat, Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa pemerintah akan mengedepankan upaya dialogis dalam penyelesaian masalah yang ada di bumi Cenderawasih. Pendekatan dialogis itu akan dilakukan dalam koridor otonomi khusus (otsus).

Mantan Walikota Surakarta tersebut menegaskan, pemerintah tak semata – mata membangun infrastruktur d Papua. Pembangunan infrastruktur bertujuan untuk membuka akses demi penanganan berbagai masalah, salah satunya adalah gizi buruk. Selain itu Pemerintah juga telah menyampaikan sejumlah upaya yang dilakukan untuk meredam situasi di Papua kepada PBB. Termasuk diantaranya penegakkan hukum dan upaya untuk dialog dan persuasi.

Dengan adanya penjelasan tersebut, pemerintah Indonesia dianggap mampu mengatasi masalah di Papua secara mandiri. Sehingga tak perlu membawanya ke Majelis Umum PBB. Pengamat hubungan internasonal Universitas Indonesia (UI), Shofwan Al Banna, mengatakan pemerintah Indonesia tak perlu membawa masalah kerusuhan di Papua ke Majelis Umum PBB. Sebab, saat ini sikap Indonesia sudah jelas.

Masalah tentang Papua sudah menjadi perhatian internasional. Posisi Indonesia sudah baik, sehingga negara – negara lain bisa memahami sampai di titik mana Indonesia bisa menerima respons dari negara lain. Dengan hal ini, Indonesia tentu bisa dengan tegas mengatakan tidak menerima intervensi. Menurutnya, masalah Papua baru bisa diangkat ke Majelis Umum PBB jika terjadi masalah yang besar hingga berpengaruh besar pada dunia internasional. Shofwan juga mendorong pemerintah Indonesia untuk terus menjalin komunikasi dan pendekatan terkait masalah Papua. Sehingga, dunia internasional percaya dan tidak ikut mengintervensi.

Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia (KTHAM) PBB, Michelle Bachelet, merasa khawatir atas jatuhnya korban, baik warga sipil maupun aparat keamanan dalam kerusuhan di Papua. Meski demikian, ia juga menyambut baik himbauan dari Presiden Joko Widodo untuk melawan rasisme dan diskriminasi, serta ajakan untuk berdialog dari pemerintah Indonesia di Papua.

Hasan Kleb yang merupakan wakil tetap Indonesia untuk PBB di Jenewa, telah menjelaskan bahwa situasi di Papua hingga upaya yang telah dilakukan untuk meredam kericuhan dan kerusuhan ke Dewan HAM PBB. Dirinya mengatakan bahwa aparat keamanan telah bertindak secara profesional dan menghindari penggunaan kekerasan dalam menghadapi massa.

Apa yang dilakukan oleh Pemerintah menunjukkan optimisme bangsa Indonesia dalam menyelesaikan masalah dalam negeri, khususnya terkait dengan Papua. (*)