Portal Nawacita

Bersatu Kita Maju

ilustrasi-Dok. Biro Pers Kepresidenan

Kinerja Kementerian yang Kena Sentil Jokowi

PortalNawacita – Presiden Joko Widodo atau Jokowi memberi peringatan keras kepada para menterinya dalam penanganan wabah Covid-19. Jokowi mengancam tak segan mengambil langkah luar biasa, termasuk membubarkan lembaga atau merombak kabinet. Teguran keras Jokowi ini terungkap dari video pembukaan rapat paripurna kabinet 18 Juni lalu yang baru diunggah di kanal resmi Sekretariat Presiden pada Ahad kemarin, 28 Juni 2020.

“Langkah apapun yang extraordinary akan saya lakukan. Untuk 267 juta rakyat kita, untuk negara. Bisa saja membubarkan lembaga, bisa saja reshuffle. Sudah kepikiran ke mana-mana saya,” kata Jokowi dalam video.

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menyoroti serapan anggaran di sejumlah bidang. Seperti bidang kesehatan, bantuan sosial, dan stimulus ekonomi.

Berikut kinerja kementerian yang kena sentil Jokowi:

1. Kementerian Kesehatan

Presiden Jokowi menyinggung serapan anggaran yang masih rendah di kementerian yang dipimpin Terawan Agus Putranto ini. Menurut Jokowi, Kemenkes baru membelanjakan 1,53 persen dari total Rp 75 triliun anggaran penanganan Covid-19. “Uang beredar di masyarakat ke-rem ke situ semua.”

Jokowi meminta duit itu segera dikeluarkan dengan penggunaan-penggunaan yang tepat sasaran untuk memicu perekonomian. “Pembayaran tunjangan untuk dokter, dokter spesialis, tenaga medis, segera keluarkan. Belanja-belanja peralatan segera dikeluarkan.”

Menurut anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay, serapan anggaran Kementerian Kesehatan baru sebesar 47 persen. Duit keluar paling banyak untuk Badan PenyelenggaraJaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Kata politikus Partai Amanat Nasional ini, Kemenkes berdalih rendahnya penyerapan anggaran karena adanya pandemi Covid-19. Saleh menilai alasan itu tak bisa diterima. “Kalau (Covid-19) tidak berakhir sampai akhir tahun apakah anggaran-anggaran yang ada dibiarkan tidak terserap?”

2. Kementerian Sosial

Presiden Jokowi meminta bantuan sosial segera disalurkan karena ditunggu masyarakat. Jika ada masalah dilakukan tindakan-tindakan lapangan. Ia sedikit memuji bahwa penyaluran bantuan sosial sudah lumayan, tetapi harus 100 persen.

Dalam rapat kerja dengan Komisi VIII pada Rabu pekan lalu, 24 Juni, Menteri Sosial Juliari Batubara mengatakan belanja bantuan sosial mencapai 56,7 persen. Bansos tunai tahap pertama sudah tersalurkan sebesar Rp 4,7 triliun dan tahap kedua Rp 4,19 triliun.

Juliari mengakui penyaluran ini masih belum memenuhi target 9 juta penerima. “Di sisa waktu tahap kedua ini dan tahap ketiga seluruh sisa target itu harus kami serap.”

Juliari mengatakan ada kenaikan target keluarga penerima manfaat untuk program keluarga harapan, dari Rp 8,3 triliun menjadi 37,4 triliun. Sejumlah keluarga penerima manfaat yang sudah menerima pembayaran April-Juni mendapat pencairan lagi.

Jumlah keluarga penerima manfaat Bantuan Pangan Non Tunai meningkat dari 15,2 juta menjadi 20 juta. Angka bantuan naik dari Rp 150 ribu per bulan menjadi Rp 200 ribu. Sehingga total bantuan bertambah dari Rp 15,2 triliun menjadi Rp 43,6 triliun.

Juliari mengaku telah meminta waktu kepada Presiden Jokowi agar penyaluran bantuan sosial bahan pangan Jabodetabek dilonggarkan hingga 15 Juli dari target awal rampung akhir Juni. Ada 1,3 juta keluarga untuk Jakarta dan 600 ribu keluarga untuk Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.

3. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi

Per 21 Juni 2020, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi menyalurkan Rp 4,3 triliun Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa. Bantuan itu diterima 7.181.331 Keluarga Penerima Manfaat di 73.692 desa.

Menteri Desa Abdul Halim Iskandar mengatakan ada beberapa alasan beberapa desa belum menerima dana desa dari pemerintah pusat. “Yang pertama memang desa itu posting APBDes, jadi Kementerian Keuangan tidak memiliki data yang kuat untuk menyalurkan,” katanya dalam video conference dari Kantor Presiden, Jakarta, Rabu, 17 Juni 2020.

Kedua, karena kepala desa adalah pejabat sementara. Hal ini terkait dengan lambatnya penanganan pemerintah daerah. Ketiga, adanya konflik antara kepala desa dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Hal ini membuat musyawarah desa tidak bisa dilakukan sehingga tidak dapat menyusun APBDes.

Keempat, beberapa desa juga masih belum melengkapi laporan pertanggungjawaban tahun 2019, sehingga transfer dana desa terhambat. Kelima, adanya perangkat desa yang diberhentikan oleh kepala desa yang baru.

Keenam, kesulitan geografis. Ketujuh, faktor bencana alam, data penerima bansos, hingga kebijakan bank juga menjadi persoalan tersendiri.[*]

Bisnis.com