Portal Nawacita

Bersatu Kita Maju

Ken Setiawan: Perang Melawan Radikalisme

Tim Densus 88 Anti Teror (AT) Markas Besar (Mabes) Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menggelar sosialisasi dan pembinaan bertema “Wawasan Kebangsaan menjaga Keutuhan NKRI” di gedung GSG Kecamatan Pagelaran Utara, Kabupaten Pringsewu, Provinsi Lampung.

Kegiatan dihadiri ±200 warga wilayah kecamatan pagelaran utara, unsur Forkopimcam, guru SMA/SMK, Kepala Kampung beserta jajarannya, serta organisasi keagamaan dan organisasi perguruan beladiri di wilayah tersebut.

Kegiatan tersebut menghadirkan pemateri Dari pendiri Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center, Ken Setiawan, MUI Kecamatan Pagelaran utara dan Tim Pencegahan Densus 88 mabes Polri, dilaksanakan pada, Kamis 14 September 2023, pukul 09.30 WIB.

Sosialisasi tersebut dilakukan dalam upaya menyampaikan terkait bahaya Penyebaran Paham Intoleransi, Radikalisme dan Anti Pancasila yang dapat Memecah belah Kesatuan Bangsa.

Kegiatan dibuka oleh Tim Densus 88 AT Polri yang menjelaskan, proses seseorang menjadi terorisme yang di gambarkan seperti sebuah pohon.

“Di mulai dari (Akar) Intoleran lalu meningkat menjadi Radikal (Batang) dan di akhiri oleh Aksi terorisme (Buah). Ada tiga jenis radikal dalam perkembangan pelaku teror yaitu takfiri, ideologis dan jihadis” Kata Tim Densus 88 AT Mabes Polri.

Tim menambahkan, Pancasila merupakan keputusan yang final berdasarkan Itjma ulama para pendiri bangsa yang tidak bertentangan dengan agama.

“Agar masyarakat bersama sama untuk menjaga 4 pilar kebangsaan yaitu Pancasila, UUD 45, Bhineka tunggal Ika dari rongrongan kelompok Intoleran Radikal,” imbuh Tim.

Dalam Kegiatan tersebut, Tim Densus 88 AT juga memberikan gambaran kelompok Radikal sekarang sudah merubah strategi.

“Kini sudah mulai masuk di dunia pendidikan atau dakwah, maka dari itu diharapkan kepada para orang tua untuk lebih selektif dalam memilih sekolah atau pondok pesantren.” Pungkas Tim

Sementara itu, Ken Setiawan dari NII Crisis Center menceritakan, pengalaman selama bergabung dalam kelompok radikal dan kenapa dirinya keluar dari jaringan itu. Selain itu, Ken juga mengungkapkan, bahaya ajaran intoleransi radikalisme dan terorisme di masyarakat.

“Radikalisme adalah paham yang menginginkan sebuah perubahan sosial, politik dengan cara yang keras dan drastis. Radikalisme tidak dimonopoli oleh satu agama tertentu,” Ungkap Ken Setiawan.

Menurutnya, perang global melawan terorisme telah menewaskan banyak teroris, tetapi tidak ideologinya.

“Selain paham lokal yang bersumber dari NII dan perpecahannya, JAD, JI dan sejenisnya, ada juga kolaborasi NII dan paham impor transnasional yaitu salafi wahabi dan salafi jihadi ternyata masih punya banyak pengikut dan juru bicara di Indonesia,” jelas Ken.

Pendiri NII Crisis Center tersebut membenarkan, bahwa kesemua paham disebut diatas adalah takfiri atau mengkafirkan orang lain di luar kelompoknya dan anti budaya kearifan lokal merupakan bibit dan cikal bakal intoleransi radikalisme dan terorisme di Indonesia.

Selanjutnya, KH Munarman Kholil dari MUI menuturkan, Umat Islam Indonesia mengembangkan konsep dasar ukhuwah dalam 3 aspek.

“Yaitu ukhuwah Islamiyah atau persaudaraan sesama muslim, ukhuwah wathaniyah atau persaudaraan satu bangsa, dan ukhuwah insaniyah atau persaudaraan sesama manusia,” Ucap Kholil.

“kita semua berbeda suku ras dan agama akan tetapi kita semua menjadi setu seperti apa yang sudah di rumus kan oleh para pendahulu kita dalam merumuskan negara kita ini,” lanjutnya.

Kholil menambahkan, kita di ajarkan untuk selalu menjaga tali silahturahmi dalam setiap umat beragama tanpa memandang perbedaan Begitupun kita dalam bernegara khususnya di Indonesia ini yang terdiri dari berbagai macam suku ras dan agama yang di bingkai oleh Pancasila.

“Menanamkan cinta akan tanah air dan bersama sama mengajak menjaga keutuhan NKRI dari serangan serangan yang dapat merusak keberagaman kita.” Pungkasnya.

Kegiatan di tutup dengan deklarasi yang di ikuti oleh seluruh peserta acara dengan menolak keras masuknya paham Intoleran radikal dan terorisme dan NKRI harga mati