Portal Nawacita

Bersatu Kita Maju

Gubernur Papua Lukas Enembe dan Istri

Gubernur Papua Lukas Enembe dan Istri

Kasus Lukas Enembe Berdampak pada Rendahnya Pelayanan Publik Papua, Sejumlah Pihak Desak Nonaktifkan sang Gubernur

portalnawacita.com – Kasus korupsi dan gratifikasi yang menimpa Gubernur Papua, Lukas Enembe hingga kini masih terkesan bertele-tele lantaran tak juga memenuhi panggilan KPK untuk dilakukan penyidikan. Alasan sakit masih menjadi dasar bagi pihak Lukas Enembe untuk tidak hadir dalam panggilan tersebut. Di sisi lain, dampak dari kasus tersebut telah merambah hingga kondisi wilayah Papua khususnya roda pemerintahan yang semakin terganggu hingga pelayanan publik yang semakin tidak maksimal. Pada akhirnya, masyarakat Papua lah yang kemudian dirugikan. Selain itu, beberapa hal perlu menjadi atensi terkait masalah keamanan, termasuk kewaspadaan terhadap kelompok separatis dan teroris yang bukan tidak mungkin akan memanfaatkan kondisi tersebut untuk melancarkan aksinya.  

Sejumlah pihak dalam beberapa waktu terakhir telah mendesak pemerintah pusat untuk segera menonaktifkan sang gubernur demi kemajuan dan kondusifitas wilayah Papua. Berangsur-angsur, keberadaan pihak pendukung Lukas Enembe juga tak lagi menunjukkan eksistensinya. Sejumlah tokoh adat, agama, maupun akademisi satu suara mendukung proses penyidikan KPK terhadap sang gubernur petahana.

Mempertanyakan Konsekuensi Lukas Enembe Sebagai Pemimpin Papua

Sebagai tokoh yang memimpin bumi cenderawasih, seorang Lukas Enembe harusnya mampu mempertanggungjawabkan hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan yang terjadi, termasuk dalam hal ini adalah kasus korupsi dan gratifikasi yang dialamatkan kepadanya. Pakar kebijakan Publik Narasi institute, Achmad Nur Hidayat mengatakan bahwa konsekuensi yang akan ditanggung oleh bangsa Indonesia akan lebih besar jika kasus Gubernur Papua Lukas Enembe dibiarkan berlarut-larut. Kondisi Papua yang sebelumnya telah pincang karena ditinggal oleh Wakil Gubernur yang hingga sekarang tak terdapat pengganti, menjadi lebih tidak kondusif ketika sang Gubernur yang harusnya menjalankan pemerintahan kemudian dinyatakan berkasus. Terlebih dirinya menyatakan mengalami sakit. Praktis roda pemerintahan Papua bisa dikatakan auto pilot atau jalan di tempat. Dalam kondisi ini, dimana masyarakat sebagai pihak yang paling dirugikan, pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri perlu segera mengambil kebijakan untuk dapat segera menyelesaikan kondisi di Papua. Pemerintah disarankan untuk membuat tim khusus yang terdiri dari lintas institusi untuk dapat menyelesaikan situasi yang ada di Papua.

Mengawal Pelayanan Publik Pemerintah Papua Pasca Penetapan Lukas Enembe Sebagai Tersangka

Pelayanan publik pemerintahan Papua menjadi satu hal yang disorot sejumlah pihak   sebagai hal yang paling terdampak atas adanya kasus sang gubernur. Semakin berlarutnya kasus, semakin menurun pula kinerja pelayanan publik di Papua. Anggota Forum Komunikasi Dekan FISIP se-Indonesia (DKISIP), Heri Herdiawanto turut mendorong Kemendagri untuk mengawasi pelayanan publik di Provinsi Papua. Hal tersebut merespon adanya sejumlah keluhan masyarakat akibat mundurnya pelayanan publik. Menjadi sebuah harapan kepada Kemendagri agar segera bersikap karena merupakan kepanjangan tangan pemerintah pusat dalam membina dan mengawasi pelaksanaan otonomi daerah. Dirinya juga menyayangkan sikap kuasa hukum Lukas Enembe yang meminta KPK menyelesaikan masalah korupsi dengan pendekatan hukum adat Papua. Ditegaskan bahwa sesungguhnya setiap warga negara bersamaan kedudukannya di depan dan pemerintahan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan tersebut dengan tidak ada kecualinya. Dengan demikian, hukum positif harus ditaati siapa pun. Sudah seharusnya, pihak Lukas Enembe bersikap terbuka dan tidak boleh khawatir dengan prinsip keadilan jika memang tidak bersalah. Masyarakat Papua sangat membutuhkan pelayanan publik, pasalnya pasca Gubernur Lukas sakit berdampak buruk terhadap kinerja pemerintah Provinsi Papua.

Dorongan Pemuka Masyarakat Kepada Mendagri untuk Nonaktifkan Gubernur Papua

Dorongan terhadap Lukas Enembe untuk mundur dari jabatan gubernur semakin menyeruak. Sejumlah pemuka masyarakat di Papua melalui koordinator Cendekiawan Muda Papua, Paulinus Ohee sepakat meminta Mendagri untuk segera menonaktifkan sang gubernur serta menunjuk pejabat gubernur agar proses pelayanan pemerintahan dan pelayanan publik dapat berjalan lancar. Sangat penting sekali gubernur selaku kuasa pengguna anggaran harus ada. Dengan adanya penjabat, maka seluruh hambatan dalam menjalankan roda pembangunan di Papua dapat teratasi.   

Diketahui, kinerja Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua disebut-sebut cenderung menurun. Hal ini tak hanya dikeluhkan beberapa tokoh masyarakat, tetapi juga ratusan karyawan RSUD Dok II Jayapura. Berdasarkan pernyataan dr. Yunika Howay terdapat 465 tenaga kesehatan (nakes) yang bekerja di rumah sakit milik Pemprov Papua tersebut mengancam akan melakukan mogok kerja, lantaran sudah dua bulan tidak menerima gaji dan tunjangan. Para nakes, sangat berharap Papua dapat segera membayar hak para nakes sehingga pelayanan di RSUD Jayapura bisa berjalan secara maksimal.

Menurunnya pelayanan publik juga pernah dialami oleh Ketua umum DPP Pemuda Sereri, Gifly Buiney yang memiliki pengalaman pribadi ketika meengurus keperluan di kantpr gubernur dan beberapa organisasi perangkat daerah (OPD) Papua, sering tidak menjumpai pejabat yang dituju.

KPK Telusuri Penggunaan Uang Suap yang Diterima Ricky Ham Pagawak

Sementara itu, berkaitan upaya pemberantasan korupsi di wilayah Papua. Pihak KPK diketahui tengah menelusuri penggunaan uang yang diterima tersangka Bupati Mamberamo Tengah, Ricky Ham Pagawak (RHP) dari berbagai kontraktor. Berdasarkan pernyataan Plt Juru bicara KPK, Ipi Maryati disebutkan bahwa KPK telah menetapkan empat orang tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pelaksanaan berbagai proyek pembangunan infrastruktur di Kabupaten Mamberamo Tengah, Papua. Sebagai tersangka penerima ialah RHP, sedangkan pihak pemberi adalah Direktur Utama PT Bina Karya Raya Simon Pampang (SP), Direktur PT Bumi Abadi Perkasa Jusiendra Pribadi Pampang (JPP), dan Direktur PT Solata Sukses Membangun Marten Toding (MT). KPK telah menahan tiga tersangka pemberi kasus tersebut. Sementara untuk tersangka RHP, saat ini masih dalam status daftar pencarian orang (DPO).

Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan SP, JPP, dan MT adalah kontraktor yang ingin mendapatkan beberapa proyek pekerjaan infrastruktur di Kabupaten Mamberamo Tengah. Untuk bisa mendapatkan proyek pekerjaan tersebut, mereka melakukan pendekatan dengan RHP yang menjabat Bupati Mamberamo Tengah periode 2013-2018 dan 2018-2023. Dalam pendekatan tersebut, KPK menduga ada penawaran dari SP, JPP, dan MT kepada RHP, di antaranya mereka akan memberikan sejumlah uang apabila RHP bersedia untuk langsung memenangkan dalam pengerjaan beberapa paket pekerjaan di Pemkab Mamberamo Tengah. Kemudian, RHP bersepakat dan bersedia memenuhi keinginan dan permintaan tiga tersangka itu dengan memerintahkan pejabat di Dinas Pekerjaan Umum Mamberamo Tengah untuk mengkondisikan proyek-proyek bernilai anggaran besar agar diberi khusus kepada SP, JPP, dan MT.

JPP diduga mendapatkan 18 paket pekerjaan dengan total nilai Rp217,7 miliar, yaitu proyek pembangunan asrama mahasiswa di Jayapura. Lalu, SP diduga mendapatkan enam paket pekerjaan dengan nilai Rp179,4 miliar dan MT diduga mendapatkan tiga paket pekerjaan dengan nilai Rp9,4 miliar. Realisasi pemberian uang kepada RHP dilakukan melalui transfer rekening bank dengan menggunakan nama-nama dari beberapa orang kepercayaan RHP. Adapun besaran uang yang diberikan oleh SP, JPP, dan MT kepada pada RHP sekitar Rp24,5 miliar. Tidak hanya itu, KPK juga menduga RHP menerima uang dari beberapa pihak lainnya yang jumlahnya masih terus didalami pada penyidikan.

__

Agus Kosek

(Pemerhati Masalah Papua)