Portal Nawacita

Bersatu Kita Maju

ISIS Punya Doktrin “Taqiya” Atau Berbohong Di Depan Musuh, Hati-Hati Dengan Opsi Pemulangan WNI Eks ISIS

PortalNawacita – Pengamat terorisme dari Universitas Indonesia Ridlwan Habib mengingatkan pemerintah, soal opsi memulangkan kembali ratusan WNI eks ISIS. Sebab, Ridlwan menyebut, hal itu sudah terkait persoalan ideologi

.”Pertama, Indonesia belum punya prosedur deteksi ideologi. Yang saya maksud prosedur deteksi ideologi adalah kita tidak bisa melihat secara objektif seseorang ini sudah sembuh secara ideologi atau belum,” kata Ridlwan dalam sebuah Diskusi di Kawasan Wahid Hasyim, Jakarta, Minggu (9/2)

Soal ideologi, menurut Ridlwan, berbeda dengan kasus kesehatan secara antisipasinya. Ia kemudian membandingkan persoalan ini dengan virus corona yang baru-baru ini juga menggegerkan. Menurutnya, seseorang bisa dideteksi sembuh dari corona dengan indikator fisik. Misalnya tidak batuk, tidak panas, dan sebagainya.

“Tapi dalam konteks ideologi kita tidak bisa lagi menggunakan itu. Orang tidak bisa hanya menulis misalnya surat pernyataan di atas kertas saya sudah pro NKRI, saya pro Pancasila, kemudian tanda tangan,” kata Pengamat Universitas Indonesia itu.

“Karena sangat mungkin untuk berbohong. Apalagi ISIS itu punya doktrin yang disebut dengan Taqiyah, atau berpura-pura. Jadi bagi mereka boleh berbohong di depan musuh,” sambungnya lagi.

Dijelaskan Ridlwan, kalau Indonesia dianggap oleh ratusan WNI eks ISIS itu sebagai negara musuh dan negara dzalim. Oleh karena itu mereka boleh berbohong di depan otoritas Indonesia sebagai strategi mereka.

“Jadi itu yang berbahaya. Jadi, mereka menangis misalnya minta dipulangkan, tanda tangan, tetapi tanya hati nuraninya, ideologinya masih belum sembuh, Masih ingin mendirikan negara Islam atau ISIS itu,” ujarnya.

Soal opsi memulangkan khusus anak-anak dan perempuan yang sempat dilontarkan kepala BNPT Suhardi Alius, menurut Ridlwan juga bisa dilakukan. Sebab, jika sampai di Indonesia maka masih bisa dilakukan konseling psikologis.

Meski begitu, Ridlwan berpandangan hal itu sulit berlaku bagi perempuan dewasa yang juga menjadi kombatan. “Masih bisa diperbaiki. Tetapi kalau kemudian posisinya wanita dewasa yang tidak lemah mereka juga sama militannya dengan laki-laki bahkan lebih militan,” tandasnya. (kumparan)