Portal Nawacita

Bersatu Kita Maju

Asep Hidayat Mustopa (kiri), Pendiri Desa Wisata Hanjeli di Sukabumi

Asep, Sosok yang Mempopulerkan Produk Pangan Berbahan Hanjeli

PortalNawacita – Hanjeli (Coix lacymajobi L.) merupakan sejenis tumbuhan biji-bijian tropis dari suku padi-padian atau Poaceae.

Hanjeli adalah nama popular di daerah Jawa Barat (Sunda), sedangkan nama popular Indonesia adalah Jali atau Jali-jali. Tanaman ini menyebar di berbagai ekosistem lahan pertanian yang beragam dari daerah iklim kering, basah, lahan kering maupun lahan basah di Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, dan Jawa.

Di Jawa Barat, tanaman ini ditanam petani masih secara konvensional sebagai tanaman langka. Masyarakat setempat sudah biasa menikmatinya hasil olahan hanjeli ini sebagai bubur, tape, dodol dan sebagainya.

Adalah Asep Hidayat Mustopa yang berhasil memopulerkan kembali tanaman pangan yang nyaris  terlupakan ini.

Pria 32 tahun ini bahkan berhasil menjadikan Hanjali  sebagai daya tarik utama desa wisata yang ia kembangkan bersama warga di Desa Waluran Mandiri, Kecamatan Waluran, Kabupaten Sukabumi.

Desa wisata ini bisa dicapai dengan waktu tempuh 3 jam perjalanan dari Kota Sukabumi, tak jauh dari kawasan Ciletuh Global Geoparks.

Wisatawan atau pengunjung pun bisa menikmati paket hidangan nasi liwet hanjeli dan berbagai produk pangan berbahan hanjeli, seperti bubur, dodol, atau tapai hanjeli.

Tadinya, Asep adalah pekerja migran di Arab Saudi. Kembali pulang ke kampung halaman pada tahun 2009, karena tergerak ingin membangkitkan komoditi lokal.

“Memang awalnya berat ya. Warga disini sempat kehilangan kepercayaan, ketika produk pertanian mereka di panen, bingung harus menjual kemana. Dulu kan sempat ada sosialiasi warga diminta tanaman ini dan itu, setelahnya tidak ada solusi,” kata Asep.

Untuk membangun kembali kepercayaaan warga, Asep pun memutuskan untuk melakukan pendekatan secara door to door.

“Dulu kan sempat ada program dari pemerintah. Semua petani diminta menanam komodoti seperti kedelai, misalnya. Tapi setelah panen, tidak ada yang mau beli. Nah, trauma ini yang masih ada melekat di sebagian petani. Makanya, saya memulainya dengan tidak sporadis,” ujar Asep.

Dengan segala upaya untuk menyakinkan petani, Asep pun menggerakkan warga tak hanya untuk menanam hanjeli, tapi juga memperkenalkan program yang ia sebut “Pirus”, singkatan dari “pipir imah diurus”.

“Maksudnya, lahan-lahan menganggur di sekitar rumah perlu dimanfaatkan untuk semakin meningkatkan ketahanan pangan warga desa, sehingga melengkapi budidaya hanjeli sebagai alternatif beras,” ujarnya.

Gerakan “Pirus” ini mendorong warga untuk menanam berbagai macam sayur-mayur, dengan metode polybag, hidroponik, dan lain-lain.

“Pirus” lantas dikembangkan lagi menjadi program “Budiksamber” (budidaya ikan dan sayuran dalam ember).

“Dengan begitu, konsep ketahanan pangan untuk warga Waluran Mandiri menjadi semakin kokoh. Ada bahan makanan pokok dan berbagai produk turunannya, yakni budidaya hanjeli. Ada sayur-mayur, dan ada ikan,” paparnya.[*]

Berbagai sumber