Portal Nawacita

Bersatu Kita Maju

AS Perpanjang Pemberian Bebas Bea Masuk Produk Asal Indonesia

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengungkap pemerintah Amerika Serikat melalui United States Trade Representative (USTR) secara resmi telah mengeluarkan keputusan untuk memperpanjang pemberian fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) kepada produk impor asal Indonesia.

Ia menjelaskan keputusan itu diambil setelah USTR melakukan peninjauan terhadap fasilitas GSP selama 2,5 tahun sejak Maret 2018. Peninjauan dilakukan sejak pemerintahan Presiden AS Donald Trump.

Retno mengatakan sejak diberlakukan pada 1980, sudah ada 3.572 pos yang diklasifikasi oleh US Customs and Border Protection (CBP) pada level Harmonized System (HS) 8-digit yang mendapatkan pembebasan tarif melalui skema GSP 3.572 pos tarif.

Menurutnya ini merupakan bukti konkret dari komitmen pemerintah terhadap hubungan bilateral dan perdagangan Indonesia-AS. AS sendiri, sambungnya, merupakan negara tujuan ekspor non migas terbesar Indonesia kedua setelah China.

[Dan] Pada 30 Oktober 2020, pemerintah AS melalui USTR secara resmi telah mengeluarkan keputusan untuk memperpanjang pemberian fasilitas GSP kepada Indonesia,” ujar Retno, Minggu (1/11).

Untuk diketahui, GSP adalah fasilitas pembebasan tarif bea masuk yang diberikan AS kepada negara berkembang sejak 1974.

Pada kesempatan yang sama, Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar mengklaim Indonesia merupakan satu-satunya negara di Asia yang mendapat perpanjangan GSP tanpa pengurangan semenjak peninjauan dilakukan AS.

“Tentu ini semakin penting lagi apabila kita menyadari pula bahwa mayoritas dari produk yang diekspor menggunakan fasilitas GSP diproduksi oleh produsen dan produsen eksportir UKM di Indonesia,” tuturnya.

Ia juga mengatakan dalam peninjauan tersebut ditemukan bahwa proses perdagangan dan investasi dari kedua belah pihak kerap menemukan hambatan. Untuk itu keduanya berupaya memperoleh solusi yang saling menguntungkan, termasuk perpanjang GSP.

Menurut Mahendra, perpanjangan ini dapat meningkatkan daya saing ekspor ke AS lebih tinggi. Kemudian bisa membuka kesempatan besar untuk investasi AS ke Indonesia, maupun investasi peningkatan kapasitas investor dalam negeri dengan memanfaatkan fasilitas GSP.

Khususnya investasi asing di sektor digital dan teknologi informasi. Ia menaksir daya tarik Indonesia terhadap investasi perusahaan digital serta teknologi informasi dan komunikasi bakal meningkat.

“Termasuk pembukaan pusat data di Indonesia yang sudah dimulai oleh beberapa perusahaan besar di bidang ini. Karena perusahaan tersebut menyadari ekonomi digital di Indonesia yang sekarang nilai US$40 miliar akan menjadi US$133 miliar dalam lima tahun,” katanya.

Selain itu, Mahendra mengklaim AS juga tertarik melakukan investasi dengan lembaga pengelolaan investasi untuk pembiayaan proyek infrastruktur dan proyek strategis nasional yang dimungkinkan melalui UU Cipta Kerja.

Seperti yang diketahui, jumlah ekspor Indonesia ke AS dengan fasilitas GSP selama masa pandemi diklaim naik 10,6 persen. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan peningkatan tersebut tercatat mencapai US$1,87 miliar.

“Kalau kami lihat angka Januari-Agustus 2020, di tengah pandemi nilai ekspor Indonesia yang menggunakan fasilitas GSP tercatat US$1,87 miliar atau naik 10,6 persen dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya,” kata Retno.

Berdasarkan data dari United States International Trade Commission (USITC), 13,1 persen atau US$2,61 miliar dari total ekspor Indonesia ke AS yang mencapai US$20,1 miliar menggunakan fasilitas GSP.

Total nilai perdagangan dua arah kedua negara pada tahun lalu tercatat mencapai US$27 miliar. Secara keseluruhan, para periode Januari-Agustus 2020 ekspor Indonesia mencapai US$11,8 miliar, dua persen lebih tinggi dari periode yang sama tahun lalu dengan US$11,6 miliar.

“Kenaikan ini terjadi di tengah situasi pandemi, dan secara rata-rata saat impor AS dari seluruh dunia turun 13 persen,” ujarnya.[*]

cnnindonesia.com