Portal Nawacita

Bersatu Kita Maju

Lukas Enembe Resmikan Kantor, Penundaan Pemeriksaan KPK Dikritik

Lama tidak terdengar kabarnya, Gubernur Papua Lukas Enembe meresmikan kantor gubernur Papua yang baru, beserta sembilan gedung lain senilai Rp400 miliar pada 30 Desember 2022. Dari video yang beredar, terlihat dia mampu berjalan sendiri dan menandatangani prasasti peresmian.

Kenyataan ini, tentu saja mengagetkan aktivitas Honai Antikorupsi Papua, Ismail Asso yang terus mengkritisi penanganan kasus tersebut sejak awal.

“Tiba-tiba, orang yang dikatakan tersangka dan dikatakan sakit, bisa meresmikan kantor gubernur dalam kapasitas sebagai kepala daerah. Ini kacau sekali. Logika hukum kita, nalar sehat kita, ini ada sesuatu yang tidak beres,” ujar Ismail ketika dihubungi VOA.

Gubernur Papua Lukas Enembe menandatangani prasasti perempuan kantor gubernur Papua di Jayapura. (Foto: Humas Pemprov Papua)
Gubernur Papua Lukas Enembe menandatangani prasasti perempuan kantor gubernur Papua di Jayapura. (Foto: Humas Pemprov Papua)

Lukas telah menyandang status tersangka sejak September 2022. KPK tidak memeriksanya sebagai tersangka hingga saat ini, karena dinyatakan sakit. Ketua KPK Firli Bahuli, sejumlah penyidik dan tim dokter telah bertemu sendiri dengan Lukas di kediamannya pada 3 November 2022 untuk memastikan keadaan Lukas.

Ismail mengingatkan, Ketua KPK Firli Bahuri sendiri pernah datang dan bertemu Lukas di Jayapura. Firli dapat menyaksikan sendiri bagaimana kondisi kesehatan yang bersangkutan. Setelah pertemuan itu, Lukas diberi kesempatan untuk berkonsentrasi dalam upaya penyembuhan.

Saat ini, Lukas tiba-tiba melaksanakan tugas sebagai gubernur, dengan meresmikan kantor Gubernur Papua, dalam statusnya sebagai tersangka kasus korupsi. Ismail menilai, ada hal-hal yang patut dipertanyakan menyangkut etika dan kesopanan bernegara.

Suasana pertemuan Firli Bahuri dan Lukas Enembe yang terlihat akrab. (Foto: Courtesy/Aloysius R)
Suasana pertemuan Firli Bahuri dan Lukas Enembe yang terlihat akrab. (Foto: Courtesy/Aloysius R)

“Begitu Pak Lukas Enembe melaksanakan tugas-tugas kenegaraan dalam statusnya sebagai tersangka, ini ada muncul pertanyaan, ada apa dengan Ketua KPK RI?” ujarnya.

Ismail mempertanyakan, seolah Lukas diistimewakan dalam penanganan kasus korupsi yang menimpanya. Dia khawatir, aparat berkeyakinan bahwa Lukas memiliki pendukung loyal yang banyak di Papua. Penegak hukum mungkin juga beranggapan upaya paksa terhadap Lukas akan berbuntut pada tuntutan pemisahan Papua dan Indonesia. Menurut Ismail, ketakutan semacam itu tidak layak dimiliki.

“Ini ada hal yang tidak logis. Tidak masuk akal. Sementara kita punya kelengkapan alat negara sebagai negara yang berdaulat. Saya pikir ini terlalu berlebihan dan diistimewakan,” ujarnya.

Karena itulah, pasca kemunculan Lukas Enembe akhir Desember lalu, Ismail mendesak KPK segera datang ke Jayapura untuk melakukan pemeriksanaan. Lebih jauh dari itu, dia bahkan berharap kasus ini menjadi pintu masuk untuk mengusut dugaan kasus korupsi lain, yang mungkin dilakukan kepala daerah di Papua.

Masih Dianggap Sakit

Aloysius Renwarin, salah satu pengacara Lukas, memberikan konfirmasi singkat terkait kondisi terakhir kliennya tersebut.

Aloysius Renwaris (baju merah) salah satu pengacara Lukas Enembe. (Foto: Dok Pribadi)
Aloysius Renwaris (baju merah) salah satu pengacara Lukas Enembe. (Foto: Dok Pribadi)

“Seminggu yang lalu saya bertemu, dia masih sakit. Tapi sekarang saya sedang tugas di luar kota,” ujarnya pendek.

Aloysius juga menyebut, upaya permintaan izin berobat yang disampaikan dalam pertemuan langsung dengan Ketua KPK di Jayapura November lalu, belum ada kepastian lebih lanjut. Dia mengatakan, setidaknya dalam sepekan terakhir, Lukas lebih banyak berada di rumah.

Sementara Ketua KPK Firli Bahuri menyatakan KPK masih terus memantau kondisi Lukas.

“Terkait dengan tersangka Lukas Enembe, sampai hari ini kita memang masih memperhatikan kondisi kesehatannya. Karena yang menyatakan sehat atau tidak sehat itu adalah dokter,” ujarnya dalam konferensi pers pada Selasa (3/1).

Firli mengibaratkan, meskipun dirinya bisa melihat seseorang meninggal dunia dengan luka di tubuhnya, tetapi dia tidak berhak mengatakan bahwa orang tersebut meninggal dunia karena luka tersebut. Perumpamanaan itu digunakan Firli untuk menegaskan bahwa KPK tidak boleh memastikan sendiri kondisi kesehatan Lukas.

“Siapa yang berhak? Adalah dokter. Ini sama dengan tersangka Lukas Enembe, tetapi saya pastikan bahwa ini akan kita selesaikan,” tegasnya.

Firli juga mengakui, dalam beberapa waktu terakhir terdapat komunikasi antara pengacara kepada penyidik KPK terkait permintaan Lukas untuk berobat ke luar negeri.

“Tentu ini kita juga pertimbangkan, tetapi pasti adalah ingin kita adalah satu penegakan hukum yang menjunjung tinggi hak asasi manusia. Karena sesungguhnya, keselamatan jiwa manusia itu adalah hukum tertinggi,” ujarnya. [ns/ab]