Portal Nawacita

Bersatu Kita Maju

Selpius-Bobii

Selpius-Bobii

Demi Bela Lukas Enembe, Selpius Bobbi Tuduh Negara Indonesia Rendahkan Martabat Orang Asli Papua

portalnawacita.com – Entah opini yang muncul ini merupakan bagian dari manuver simpatisan Lukas Enembe untuk memperkeruh situasi atau semacam modus provokasi baru agar penangkapan yang dilakukan pemerintah melalui KPK didekonstruksi sebagai sesuatu yang tak wajar. Sebuah artikel kembali muncul dari seseorang yang mengaku sebagai koordinator jaringan Doa Rekonsiliasi untuk Pemulihan Papua (JDRP2) bernama Selpius Bobbii menuliskan pada portal media online suarapapua.com berkaitan dengan posisi orang Papua kaitannya dengan sejumlah kasus terkini. Tulisan yang berjudul: ‘Martabat Manusia Papua di Hadapan NKRI dan Para Sekutunya Tidak Berharga’ tersebut mencoba untuk mempengaruhi publik dengan tuduhan bahwa manusia Papua di mata negara Indonesia tidak berharga. Orang asli Papua disebut diperlakukan bagai binatang. Sebuah narasi menohok nan dramasir yang rawan untuk dipolitisir.

Lanjutan tulisan tersebut kemudian menyinggung soal penahanan aktivis Papua Merdeka, Victor Yeimo yang dinilai sebagai korban praktek rasisme. Menjadi inti dari tulisan tersebut kemudian menyinggung soal penangkapan Lukas Enembe. Menurutnya, gubernur non aktif yang telah mengabdi selama 20 tahun tersebut, yakni 5 tahun wakil bupati, 5 tahun bupati Puncak Jaya, dan 9 tahun Gubernur Papua pada akhirnya ditangkap karena tuduhan korupsi meski dalam keadaan sakit. Sebuah provokasi kembali dituliskan menyinggung perbedaan pandangan antara kuasa hukum yang menyatakan Lukas Enembe sakit, sementara itu pihak KPK melalui tim medis RSPAD menegaskan bahwa sang tersangka sehat. Di akhir tulisan, dirinya menyerukan kepada masyarakat Papua dan simpatisan agar ‘berdoa puasa’ bagi keselamatan Lukas Enembe dan para Tapol dan Napol Papua yang mendekam di penjara Indonesia maupun Philipina.  

Jejak Selpius Bobbi Sebagai Pendukung Kemerdekaan Papua dan Lukas Enembe

Adalah kondisi mati rasa dalam merespon sebuah isu dan kondisi jika terlanjur dihadapkan pada banalitas serta egoisme tanpa mau sedikitpun membuka kran pikiran, terlebih pengetahuan. Sejenak melihat track record secara terbuka, penyampaian narasi provokatif melalui wadah media bukan merupakan hal baru bagi seorang Selpius Bobii. Hal tersebut seperti telah disadari oleh Selpius yang mengoptimalkan kecanggihan dan keefektifan media online untuk mempengaruhi publik Papua ditambah dengan bungkus label agama sehingga terkesan lebih ‘alim’ dan meyakinkan.

Sejauh ini, opini yang bersifat desktruktif terhadap pemerintah memang sering menjadi modus serangan oleh kelompok oposisi atau aktivis pro kemerdekaan Papua melalui berbagai citra dan cerita persuasif untuk mempengaruhi publik bahwa Indonesia dengan segala macam kebijakannya terhadap Papua adalah tak tepat. Di mata mereka, kemerdekaan Papua tetap menjadi tujuan utama meski tidak tergambar secara jelas bagaimana nantinya Papua jika benar-benar lepas dari Indonesia. Selain itu, baginya Orang Asli Papua adalah pribadi yang suci dan diistimewakan tanpa bisa disentuh segala kelakuannya. Penyidikan terhadap Lukas Enembe kemudian dianggap sebagai hal yang merendahkan martabat orang Papua. Padahal kita tahu semua bahwa mantan orang nomer satu di Papua tersebut ditangkap karena kasus korupsi dan gratifikasi. Bahkan KPK kini telah menelusuri pihak-pihak yang menerima aliran dana dari kasus tersebut. Bisa jadi, seorang tokoh agama sekalipun bakal ditangkap jika memang terbukti bersalah.

Secara eksistensi, jejak Selpius Bobbi tak bisa terlepas posisinya sebagai ketua Umum Eknas Front Pepera PB (Eksekutif Nasional Front Persatuan Perjuangan Rakyat Papua Barat). Semasa kuliahnya, ia pernah ditangkap otoritas karena keterlibatan dalam demonstrasi terhadap perusahaan tambang Amerika Serikat Freeport-McMoran pada tahun 2006. Dalam penyelenggaraan Kongres Rakyat Papua III di bulan Oktober 2011 lalu, ia memegang peran utama dalam perencanaan kongres yang berujung pada penangkapan dengan tuduhan makar. Aksi terbaru yang dilakukannya, pada 20 Agustus 2022 lalu di aula Asrama Tunas Harapan Padang Bulan, Abepura. Ia menyampaikan visi Tuhan tentang masa depan bangsa Papua. Dalam visi tersebut disebut bahwa sistem pemerintahan yang digunakan ialah Teososiokrasi yang berarti pemerintahan berlandaskan Tuhan dengan sistem Partai Tunggal disebut ‘Partai Rakyat’ dibawah kendali otoritas adat Papua dan agama. Hal tersebut jelas terindikasi sebagai sebuah rencana makar yang jauh dari sistem pemerintahan Indonesia.

Penyebutan tak berharganya martabat manusia Papua seperti yang disampaikan oleh Selpius Bobbi tak ubahnya sebagai bentuk keputusasaan dari adanya penangkapan Lukas Enembe yang berdampak pada semakin sempitnya ruang gerak untuk memperjuangkan pelepasan diri dari Indonesia. Pasalnya, sebelumnya penggunaan isu agama menjadi salah satu senjata pamungkas yang diharapkan bisa mempengaruhi publik. Sayangnya, modus tersebut telah usang. Masyarakat Papua kini semakin paham berpolitik dan tak mudah dipengaruhi sekalipun melalui isu ideologi.

Dukungan Terhadap KPK dalam Mengusut Pelaku Korupsi di Papua

Sementara itu, perkembangan terbaru terkait penyidikan kasus Lukas Enembe, Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri menjelaskan bahwa pihaknya menduga istri dan anak Lukas Enembe yang sebelumnya telah diperiksa turut serta dalam menentukan pemenang lelang proyek Pemprov Papua, bahkan juga diduga mengetahui adanya aliran uang ke Lukas Enembe. Untuk diketahui, KPK melalui Ditjen Imigrasi Kemenkumham telah mencegah istri Lukas Enembe, Yulce Wenda untuk bepergian ke luar negeri selama enam bulan ke depan. Yulce telah dicegah pergi ke luar negeri sejak 7 September 2022 hingga 7 Maret 2023. Pencegahan dilakukan karena keterangannya dibutuhkan untuk penyidikan perkara kasus suap dan gratifikasi terkait sejumlah proyek di Papua yang menjerat Lukas Enembe.

KPK juga baru saja memeriksa angota DPRP Provinsi Papua, Yunus Wonda terkait dugaan kasus korupsi. Yunus dicecar soal dana Otonomi Khusus (Otsus) Papua. KPK juga mendalami pos alokasi anggaran yang diperuntukkan Lukas sebagai gubernur. Namun, Lembaga Anti korupsi tersebut belum merinci nilai alokasi anggaran. Secara tegas, KPK juga kembali menyampaikan bahwa tidak ada HAM yang dilanggar dalam penanganan kasus Lukas Enembe.

Di sisi lain, dukungan terhadap KPK dalam menuntaskan kasus korupsi di Papua terus mengalir. Salah satunya datang dari Tokoh Agama sekaligus Ketua Persekutuan Gereja Gereja Jayapura (PGGJ) Kabupaten Jayapura, Pendeta Joop Suebu, yang mengapresiasi penegakan hukum oleh KPK terhadap Gubernur Lukas Enembe. Dirinya menyebut penegakan hukum perlu dilakukan atas pelaku korupsi di Papua, bukan hanya terhadap gubernur, namun juga kepada semua pejabat Papua yang terindikasi mencuri uang rakyat. Menurutnya, tindak pidana korupsi dapat menyengsarakan seluruh masyarakat dan umat Tuhan di Tanah Papua. Berbagai program pembangunannya baik infrastruktur dan SDM tidak berjalan baik dan malah sangat merugikan masyarakat lantaran adanya praktek korupsi. Selain itu, PGGJ juga meminta semua pihak turut bersama menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat di Papua, dan tidak terprovokasi atas aktivitas-aktivitas melanggar hukum. Papua adalah miniatur Indonesia, semua suku dan budaya dengan latar belakang berbeda ada di Papua, sehingga sudah sepatutnya, rumah bersama ini yakni Papua harus sama-sama dijaga kedamaiannya.

Ajakan juga disampaikan oleh Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Muhammad Saleh Mustafa yang meminta agar semua tokoh agama turut serta memelihara kedamaian di tanah Papua. Pangdam menyampaikan bahwa sebagai aparat, TNI bersama Polri bahu membahu didukung para okoh Aagama dan masyarakat dengan satu niat, duduk sebagai insan manusia di dunia, maka harus duduk dengan “Mari Torang Baku Bawa Bae”, sehingga semua kebaikan yang diperbuat akan mendatangkan perubahan dari gelap menjadi terang.

__

Agus Kosek

(Pemerhati Masalah Papua)