Portal Nawacita

Bersatu Kita Maju

Aksi KST Papua Melanggar Hak Asasi Manusia (HAM)

Jakarta – Ketua Komnas HAM Perwakilan Papua Frits Ramandey mengatakan kekerasan terhadap tenaga kesehatan yang dilakukan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Distrik Kiwirok, Pegunungan Bintang, Papua telah melanggar hak asasi manusia. Meski Komnas HAM keberatan dengan label teroris terhadap OPM, Frits menilai aksi-aksi KKB belakangan ini sudah bercirikan teroris.

Frits mengatakan pola yang dilakukan KKB di Distrik Kiwirok sama dengan penyerangan guru di Nduga pada April lalu. Frits pun mengecam kekerasan oleh KKB terhadap pekerja kemanusiaan, termasuk yang terjadi di Maybart.

Menurut Frits, saat ini TPN OPM terfragmentasi menjadi tiga kelompok besar, yaitu kelompok sipil bersenjata, kelompok yang dipelihara oleh korporasi, dan kelompok yang berjuang untuk suksesi politik. Dengan banyaknya aktor yang terlibat gerakan OPM kemudian sudah tidak sesuai dengan tujuan gerakan awal.

“TPN OPM sebelumnya tidak menyerang guru, mantri, bahkan melindungi sekolah dan rumah sakit. Namun saat ini gerakannya memiliki pola baru yang menyasar warga sipil,” ujar Frits, dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu (29/9/2021).

Kasus terbaru yang sedang ditangani oleh Komnas HAM adalah kekerasan di Kiwirok terhadap masyarakat dan tenaga kesehatan. Menurut Frits, dari keterangan lima korban yang telah datang ke Komnas HAM, aksi tersebut telah memenuhi unsur pelanggaran HAM merujuk pada UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM Pasal 1 poin 1.

“Aksi tersebut telah menghilangkan rasa aman, hak hidup, dan merupakan tindakan serangan langsung terhadap tenaga kesehatan,” ungkapnya.

“Meskipun komnas HAM keberatan terhadap label teroris terhadap OPM, karena bisa memancing perhatian internasional. Namun demikian, tindakan mereka bisa dikategorikan sebagai kelompok bercirikan teroris,” jelasnya menambahkan saat mengisi acara webinar internasional bertajuk ‘The Local Wisdom And Threats Violent Non-state Actor: Terrorist and Rebels in Africa and Papua-Indonesia’, Selasa (28/9/2021).

Frits mengungkapkan solusi terbaik untuk mengatasi persoalan di Papua. Salah satunya, Frits berharap Presiden Jokowi membentuk tim khusus untuk membangun dialog di Papua.

“Kiranya presiden membentuk satu tim yang bertanggung jawab langsung kepada presiden untuk menyelenggarakan dialog kemanusiaan,” harapnya.

Sementara Staf Ahli Watimpres Sri Yunanto dalam acara webinar tersebut menilai aksi KKB Papua sudah masuk dalam kriteria teroris jika merujuk pada definisi teroris menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018.

“Secara teori, sebuah kelompok dikategorikan sebagai kelompok teroris apabila memenuhi beberapa indikator yaitu menggunakan kekerasan sebagai strategi utama, menolak negosiasi, menyebar teror dan propaganda palsu, serta menyerang warga sipil. Berdasarkan indikator tersebut, TPNPB OPM dapat dikategorikan sebagai kelompok teroris karena dapat dilihat gerakannya mereka menyerang warga sipil, menolak proses dialog, merusak obyek vital umum, dan menyebabkan ketakutan,” jelas Yunanto.

Menurut Yunanto, pemerintah sudah semampunya mengedepankan dialog untuk menuntaskan problem Papua.

“Pendekatan penanganan terhadap TPNPB OPM di era Reformasi jauh lebih baik daripada di era Orde Baru. Otonomi khusus sebagai salah satu solusi permasalah politik di Papua telah memberikan banyak manfaat,” kata Dosen ilmu politik di UMJ ini.

Pengamat terorisme dari Mesir, Mustafa Zahran mengapresiasi langkah Indonesia dalam merespons persoalan di Papua. Namun, kata Zahran, di samping solusi keamanan, perlu ada solusi lain yang lebih mengedepankan kearifan lokal Papua.

“Jadi, harus ada solusi intelektual dengan memaksimalkan nilai-nilai kearifan lokal khas daerah Papua,” kata Zahran. (*)